Putusan MK Soal Jaksa Agung Ini Perkuat Independensi Penegakan Hukum

    WARTABANJAR.COM, JAKARTA –Kejaksaan Agung menyambut baik keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan jabatan Jaksa Agung bukan dari pengurus partai politik (parpol). Hal itu disampaikan Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung RI, I Ketut Sumedana di Jakarta, Jumat (01/03/2024).

    Dirinya mengatakan bahwa pihaknya menyambut baik putusan itu. Alasannya, putusan MK tersebut bisa memperkuat independensi Kejagung selaku lembaga penegak hukum.

    “Kami menyambut baik putusan MK dimaksud untuk memperkuat independensi kejaksaan sebagai aparat penegak hukum,” kata Ketut dikutip WARTABANJAR.COM di Jakarta, Jumat (01/03/2024).

    Meski demikian, selama kepemimpinan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, penegakan hukum murni untuk kepentingan hukum. Dirinya menekankan bahwa penegakan hukum oleh kejaksaan selama kepemimpinan St Burhanuddin lepas dari intervensi politik.

    “Sebagaimana yang telah berjalan selama ini di bawah kepemimpinan Jaksa Agung St. Burhanudin penegakan hukum yang dilakukan adalah murni kepentingan hukum tanpa adanya campur tangan politik,” ujarnya.

    Ketut yang pernah menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Bali itu menyatakan bahwa putusan MK sekaligus  memberikan kesempatan lebih luas bagi insan adhyaksa untuk dapat berkarier di posisi lebih tinggi, yakni sebagai Jaksa Agung.

    “Harapan dan kesempatan itu semoga akan memberikan motivasi dalam berkinerja lebih baik dan bermanfaat ke depannya untuk kepentingan penegakan hukum,” kata Ketut.

    Sejak berdiri 12 Agustus 1945 sampai sekarang,  St Burhanuddin merupakan Jaksa Agung yang ke-24. Jabatan Jaksa Agung dari pengurus partai sempat menuai pro dan kontra sejak Presiden RI Joko Widodo menunjuk Muhammad Prasetyo yang merupakan kader Partai NasDem.

    Jabatan Jaksa Agung dari kalangan partai politik juga pernah dijabat Baharuddin Lopa periode 6 Juni 2001 sampai dengan 3 Juli 2001 dari Partai Golkar, kemudian Marzuki Darusman periode 29 Oktober 1999 s.d. 1 Juni 2001 merupakan seorang jaksa karier dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

    Baca Juga :   Geger! Kampung Narkoba di Makassar Digerebek, Polisi Temukan Rumah Transaksi, Sajam, dan Air Softgun

    Baca juga: Pemilu 2024 Aman dan Damai, Imam Besar Masjid Istiqlal Apresiasi Polri

    Sebelumnya, putusan MK tersebut tertuang dalam putusan nomor 6/PUU-XXII/2024 merupakan gugatan jaksa bernama Jovi Andrea Bachtiar, yang menggugat Undang-Undang Kejaksaan. Dalam sidang pendahulu (1/2), pemohon menyebutkan Pasal 20 UU Kejaksaan bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 2 ayat (1), dan Pasal 27 ayat (1) UUD NRI 1945.

    Dalam gugatannya, pemohon menyebut keterlibatan aktif penegak hukum dalam pragmatisme politik dengan sedang atau merangkap menjadi anggota parpol dinilai akan merusak independensi kejaksaan secara inkonstitusional, utamanya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

    Jaksa Agung yang memiliki keterlibatan dengan partai politik sangat memungkinkan adanya kontrak politik atau mendapatkan tekanan dari kolega politiknya. Terlebih lagi, saat ini belum ada mekanisme check and balance berupa fit and proper test pada pengangkatan dan pemberhentian Jaksa Agung.

    Jaksa Agung dapat saja diberhentikan dari jabatannya apabila dianggap membangkang dari kolega politiknya. Untuk itu, dalam petitumnya, pemohon meminta agar Mahkamah menambahkan syarat “Tidak sedang terdaftar sebagai anggota partai politik atau setidak-tidaknya telah 5 tahun keluar dari keanggotaan partai politik, baik diberhentikan maupun mengundurkan diri” dalam Pasal 20 UU Kejaksaan.

    Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian. Mahkamah menyatakan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

    Selain itu, Pasal 20 UU Kejaksaan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “untuk dapat diangkat menjadi Jaksa Agung harus memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a sampai dengan huruf f, termasuk syarat bukan merupakan pengurus partai politik, kecuali telah berhenti sebagai pengurus partai politik sekurang-kurangnya 5 tahun sebelum diangkat sebagai Jaksa Agung. (Sidik Purwoko)

    Baca Juga :   Lebih Seratus Personel Polair Bongkar Pagar Laut Tangerang

    Editor: Sidik Purwoko

    Baca Lebih Lengkapnya Instal dari Playstore WartaBanjar.com

    BERITA LAINNYA

    TERBARU HARI INI