WARTABANJAR.COM – Hutan adalah pasar bagi masyarakat Papua yang bisa bisa mendapatkan kebutuhan harian dari hutan, termasuk makanan pokok, lauk, dan sayur.
Charles Toto alias Chato yang dikenal dengan sebutan Jungle Chef mengatakan dalam siaran resmi, masyarakat yang tinggal di kampung dapat mengonsumsi apa yang sudah ada di hutan.
Chef Chato, yang sering keluar-masuk hutan membawa turis asing dan domestik, pun sering “belanja” bahan pangan di hutan, dan memasak di tengah belantara, salah satunya sagu, bahan baku papeda.
Filosofi di meja makan
Saat satu keluarga menggunakan helai dan makan papeda dari satu hote yang sama, saat itulah papeda menyimpan makna yang dalam. Helai adalah peralatan makan tradisional dari kayu untuk menyajikan papeda, sedangkan hote adalah piring kayu untuk menyantap papeda.
Masyarakat Sentani menyebut tradisi makan papeda dari satu piring yang sama dalam satu keluarga sebagai helai mbai hote mbai. Mbai berarti satu.
Filosofinya, makan dalam satu keluarga menyimpan cerita untuk masa depan anak dan cucu. Karena, acara makan bersama yang menandai ikatan kekeluargaan itu menjadi ruang diskusi antara ayah, ibu, dan anak, menjadi ruang kecil untuk bermusyawarah.
Cara ambil: digulung
Karena teksturnya serupa lem, mentransfer papeda dari wadah ke piring makan nyaris tak mungkin dilakukan dengan sendok besar sekalipun.
Mengambil papeda perlu trik tersendiri. Di acara adat Papua, alat mengambil yang wajib digunakan adalah hiloi, serupa garpu besar. Tapi, garpu biasa kini sudah sering digunakan di rumah tangga.