Luhut Prediksi El Nino Serang Indonesia Agustus, Belajar dari Kekeringan Parah di 2015

    WARTABANJAR.COM – Berdasarkan pengalaman di 2015, El Nino berpotensi menyebabkan dampak kekeringan yang luas, termasuk juga kebakaran hutan dan lahan.

    El Nino yang merupakan fenomena pemanasan Suhu Muka Laut (SML) di atas kondisi normal di Samudera Pasifik diprediksi akan melanda Indonesia pada Agustus 2023.

    Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan pun meminta semua pihak bersiap menghadapi kedatangan El Nino ini.

    Luhut ingin kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah harus bersiap melakukan upaya mitigasi menghadapi El Nino.

    Hal itu disampaikannya menanggapi kondisi suhu di sejumlah daerah di Indonesia yang lebih panas akhir-akhir ini.

    Dilansir dari unggahan di akun Instagram resminya @luhut.pandjaitan yang telah dikonfirmasi kepada Juru Bicara Menkomarves Jodi Mahardi pada Rabu (26/4/2023), Luhut mula-mula menceritakan soal banyaknya pertanyaan mengapa suhu udara menjadi lebih tinggi dari biasanya.

    “Hari pertama pasca-libur Idul Fitri, ada satu hal yang penting untuk saya koordinasikan setelah mendapatkan banyak pertanyaan sekaligus merasakan langsung mengapa akhir-akhir ini suhu di beberapa daerah terasa begitu tinggi,” kata Luhut.

    Dia pun mengungkapkan, Sekjen Organisasi Meteorologi Dunia telah menyebutkan bahwa fenomena La Nina yang telah terjadi selama tiga tahun berturut-turut dan membawa cuaca lebih basah akhirnya telah berakhir.

    Sebagai gantinya, El Nino akan membawa suhu menjadi tinggi sehingga membuat cuaca menjadi lebih kering.

    “Berdasarkan data yang kami dapatkan, suhu laut juga mencapai rekor tertingginya setelah terakhir terjadi pada tahun 2016 yang lalu. Belum lagi gelombang panas yang mendorong rekor suhu tertinggi di Asia akhir-akhir ini,” papar Luhut.

    “Dari pemodelan cuaca yang kami dapatkan, El Nino diprediksi terjadi pada Agustus 2023 meski ketidakpastian tingkat keparahan El Nino masih sangat tinggi,” ucap dia.

    Luhut kemudian mengingatkan, belajar dari pengalaman 2015 lalu yang terjadi di Indonesia, El Nino berpotensi menyebabkan dampak kekeringan yang luas dan juga kebakaran hutan dan lahan di beberapa daerah.

    Hal tersebut, menurut dia, berkorelasi terhadap turunnya produksi pertanian dan pertambangan berdasarkan data IMF.

    Belum lagi dampak luas terhadap inflasi Indonesia dikarenakan besarnya kontribusi inflasi pangan terhadap inflasi keseluruhan.

    Hal ini terjadi karena diperkirakan 41 persen lahan padi mengalami kekeringan ekstrim di tahun tersebut.

    Data World Food Programme bahkan menyebut bahwa tiga dari lima rumah tangga kehilangan pendapatan akibat kekeringan.

    Satu dari lima rumah tangga harus mengurangi pengeluaran untuk makanan akibat kekeringan.

    “Untuk itu, kami akan bersiap dalam kondisi yang paling ekstrem sekalipun. Saya meminta seluruh kementerian/lembaga terkait juga pemerintah daerah mulai bersiap sejak dini,” ucap Luhut.

    “Memperhitungkan segala langkah yang mesti ditempuh agar pengalaman buruk delapan tahun lalu tidak terulang kembali. Setidaknya sejak saat ini kami menyiapkan teknologi modifikasi cuaca sebagai senjata menghadapi El Nino,” papar dia.

    Pada akhir penjelasannya, Luhut mengajak semua pihak tetap waspada dan saling menjaga di masa-masa sulit seperti ini.

    “Sehingga kerugian yang terjadi akibat peralihan cuaca bisa kita reduksi bersama demi kemaslahatan masyarakat Indonesia seluruhnya,” kata dia.

    Suhu panas di Indonesia bukan karena gelombang panas

    Sementara itu sebelumnya, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan, fenomena udara panas yang terjadi di Indonesia belakangan ini tidak masuk dalam kategori gelombang panas.

    Hal tersebut merujuk kepada karakteristik fenomena maupun karakteristik pengamatan suhu.

    “Fenomena udara panas yang terjadi di Indonesia belakangan, jika ditinjau secara lebih mendalam secara karakteristik fenomena maupun secara indikator statistik pengamatan suhu, tidak termasuk kedalam kategori gelombang panas, karena tidak memenuhi kondisi-kondisi tersebut,” ujar Dwikorita dalam siaran pers BMKG pada Selasa (25/4/2023).

    Menurut dia, secara karakteristik fenomena, suhu panas yang terjadi di wilayah Indonesia merupakan fenomena akibat dari adanya gerak semu matahari yang merupakan suatu siklus yang biasa dan terjadi setiap tahun.

    Dengan demikian, potensi suhu udara panas seperti ini juga dapat berulang pada periode yang sama setiap tahunnya.

    Sementara itu, secara indikator statistik suhu kejadian, lonjakan suhu maksimum yang mencapai 37,2 derajat celcius melalui pengamatan stasiun BMKG di Ciputat pada pekan lalu hanya terjadi satu hari tepatnya pada tanggal 17 April 2023.

    “Suhu tinggi tersebut sudah turun dan kini suhu maksimum teramati berada dalam kisaran 34 hingga 36°Celcius di beberapa lokasi. Variasi suhu maksimum 34 derajat celcius-36 derajat celcius untuk wilayah Indonesia masih dalam kisaran normal klimatologi dibandingkan tahun- tahun sebelumnya,” ujar Dwikorita.

    “Scara klimatologis, dalam hal ini untuk Jakarta, bulan April-Mei-Juni adalah bulan-bulan di mana suhu maksimum mencapai puncaknya, selain Oktober-November,” kata dia.(wartabanjar.com/berbagai sumber)

    editor : didik tm


    Baca Juga :   5 Wilayah Kalsel Status Waspada di Prakiraan Cuaca Hari ini

    Baca Lebih Lengkapnya Instal dari Playstore WartaBanjar.com

    BERITA LAINNYA

    TERBARU HARI INI