WARTABANJAR.COM, MARTAPURA – Angka perceraian di Kabupaten Banjar terus meningkat sejak Januari tahun 2021 hingga Maret 2023.
Faktor ekonomi menjadi penyebab terbanyak dalam kasus perceraian pasangan suami istri (Pasutri) di Kabupaten Banjar.
Hal tersebut diungkapkan Ketua Pengadilan Agama (PA) Martapura, M Radhia Wardana melalui Panitera Lutfhia Subekti, dikutip wartabanjar.com, Rabu (5/4/2023).
Lutfhia mengatakan, perceraian berawal dari pertengkaran yang terus menerus oleh pasutri yang dipicu dari permasalahan ekonomi. Dari sinilah muncul rasa tidak bertanggung jawab antara suami terhadap keluarganya.
Baca Juga
Perkelahian Berdarah di Desa Kayu Habang HSS
Dari rekapitulasi yang dilakukan PA Martapura, setiap tahunnya (2021 – Maret 2023) jenis perceraian cerai gugat dari pihak istri, lebih mendominasi dibandingkan dengan cerai talak dari pihak suami.
Tercatat sejak Januari 2021 hingga Maret 2023 sebanyak 1.966 kasus perceraian terjadi.
“2021 sebanyak 947 kasus perceraian, 2022 ada 822 kasus, dan 2023 (Januari-Maret) sebanyak 197 kasus,” rincinya.
Faktor meninggalkan salah satu pihak, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), menjadi faktor penyebab perceraian terbanyak nomor dua setelah masalah ekonomi.
“Sebenarnya mediasi juga dilakukan oleh kita ketika kedua belah pihak hadir dipersidangan untuk tidak cerai, ada yang berhasil, ada perjanjian yang ditandatangani, namun ada juga yang tidak berhasil,” jelasnya.
Berikut rekapitulasi faktor-faktor penyebab terjadinya perceraian sejak Januari 2021 hingga Maret 2023:
– Pertengkaran terus menerus : 1.465 kasus.
– Masalah ekonomi : 219 kasus.
– Meninggalkan salah satu pihak : 89 kasus.
– KDRT : 54 kasus.
– Lain lain (zina, mabuk, madat, judi, penjara, poligami, cacat badan, kawin paksa, murtad) : 151 kasus.(aqu/ip banjar)