Oleh Ustadz Muhammad Rijal Fathoni, S.Pd.I
WARTABANJAR.COM, BANJARMASIN – Neraka bagi orang-orang yang curang dalam timbangan, takaran dan ukuran. Mereka yang curang dalam jual beli ditakutkan atasnya mati Suul khatimah.
- wailul lil-muṭaffifīn Artinya: “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang.”
- allażīna iżaktālụ ‘alan-nāsi yastaufụn Artinya: “(yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi.”
- wa iżā kālụhum aw wazanụhum yukhsirụn Artinya: “dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi”.
Pengertian dari kalimat Wail adalah Syiddatul adzabil akhirah (Suatu jurang dalam neraka jahanam mengalir padanya itu danur ahli-ahli neraka bagi orang yang curang mengurangi timbangan, takaran, dan ukuran.
Yang apabila menakar akan diri mereka, maka meminta disempurnakan, namun apabila menakar untuk orang lain maka mereka kurangi.
Rasulullah SAW bersabda :
“Orang yang terbunuh dalam sabilillah, maka dihapus oleh Allah segala dosa-dosanya, kecuali orang yang khianat dalam timbangan, takaran, dan ukuran”.
Imam Malik bin Dinar mendatangi seorang laki-laki yang keadaannya sedang sakaratul maut, maka Beliau bimbing untuk mengata kalimat Laailaha illallah, namun ia enggan mengulanginya, bahkan keluar dari mulutnya : “Jabalani minan nar, jabalani minan nar, jabalani minan nar” yang artinya, dua gunung api neraka, dua gunung api neraka, dua gunung api neraka. Hingga ia meninggal.
Kemudian ditanya kepada sanak keluarganya hal ihwal ini laki-laki, maka mereka menjawab : “Sungguh dia memiliki dua timbangan, satu untuk menjual, dan satu untuk membeli”.
Walhasil mereka yang curang dalam jual beli ditakutkan atasnya mati Suul khatimah.
Adapun mereka-mereka yang menyempurnakan timbangan, takaran, dan ukuran tentu mendapatkan ganjaran yang sangat besar disisi Allah SWT.
Sebagaimana diceritakan bahwa Imam Fudhail bin Iyadh pernah suatu ketika mengunjungi anaknya, dan ia dapati anaknya sedang membersihkan uang dinarnya dari pada kotoran yang menempel padanya, maka berkata Imam Fudhail bin Iyadh : “Sungguh pekerjaan engkau itu wahai anakku lebih afdhal daripada 2 kali berhaji dan 20 kali berumroh”