Karena keimanan ini adalah ranah dari hati atau qalb seoarang manusia. Namun juga perlu didukung dengan akal yang lurus.
Kedua, pola dzikir selanjutnya adalah pada ranah aqal. Dzikir ini adalah mengingat Allah dengan hati dan memikirkan atau merenungi ciptaan Allah seperti dalam konsep Ulul Albab yakni manusia yang merenungi cipataan Allah dalam kondisi berdiri, duduk, dan berbaring.
Sehingga, kita bisa menyimpulkan bahwa Allah adalah pencipta Alam semesta dan tidaklah Allah menciptakan alam semesta ini dengan sia-sia. Seperti tertulis dalam Surat Ali ‘Imran ayat 190-191:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, serta pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang berakal. (Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah dalam keadaan berdiri, duduk, dan berbaring serta mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), ‘Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia. Maha Suci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka.’”
Ketiga, berdzikir di ranah fisik seperti dengan lisan kita yakni mengucapkan tasbih, tahmid, tahlil, dan takbir, serta dzikir lisan lainnya yang diajarkan dalam sunnah Rasulullah SAW. Demikian juga halnya dengan membaca Alquran.
Jika ditelaah, berdzikir dengan lisan ini adalah adalah dzikir yang dilakukan oleh dua ranah yakni dengan hati dan juga jika mampu dengan fikiran kita. Karena lisan kita mengucap kalimat Allah, akal kita memahami/merenungi maknanya.
Dzikir dalam ranah fisik lainnya adalah dengan shalat. Dalam shalat hati kita berdzikir kepada Allah; Lisan kita berdzikir dengan bacaan-bacaan shalat; Akal kita memahami apa yang kita baca dalam Shalat; Dan tubuh kita pun bergerak dalam gerakan berdiri, rukuk, dan sujud sebagai tanda berdzikir kepada Allah.