WARTABANJAR.COM – Fenomena alam “El Nino”, dipicu oleh peningkatan suhu permukaan air di Samudra Pasifik Tengah dan Timur.
Perubahan suhu ini menyebabkan pergeseran angin dan arus laut, yang mengubah pola cuaca secara global.
Berdasarkan informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebutkan El Nino mengakibatkan kemarau yang terjadi di 63 persen wilayah Indonesia, termasuk Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel).
Baca Juga
Hujan Petir di Mekkah, Seorang Guru Tewas
Kepala Stasiun Meteorologi BMKG Syamsudin Noor Banjarmasin, Karmana memprediksi jika kejadian ini akan berlangsung hingga beberapa bulan ke depan.
“El Nino masih akan bertahan sampai akhir tahun, tapi dampaknya seiring dengan datangnya musim hujan makin berkurang, sebab Oktober diprediksi sudah mulai turun hujan,” sebut Karmana, dikutip Kamis (24/8/2023).
Dijelaskan jika El Nino merupakan fenomena cuaca yang terjadi akibat peningkatan suhu permukaan air laut di Samudra Pasifik, suhu menjadi yang lebih hangat dari biasanya ini mengakibatkan pengurangan udara basah di wilayah sekitarnya yang pada akhirnya ikut menaikan suhu.
Fenomena ini bersifat global, dampaknya tidak hanya terjadi di Indonesia, namun untuk wilayah di Indonesia yang paling kuat dirasakan adalah berkurangnya curah hujan.
“Ketika kita di musim kemarau ditambah El Nino jadi makin kering wilayah kita, itu dampaknya yang jelas terjadi,” lanjut Karmana.
Sedangkan kondisi cuaca di Prov Kalsel sendiri dipengaruhi oleh gabungan dari berbagai faktor meteorologi salah satunya yakni ENSO (El Nino-Southern Oscillation) – Anomali suhu permukaan laut di Samudera Pasifik di pantai barat Ekuador dan Peru yang lebih tinggi daripada rata-rata normalnya.