Kejaksaan Kembali Hentikan 18 Penuntutan Perkara-Perkara Restorative Justice

    WARTABANJAR.COM, JAKARTA – Kejaksaan RI kembali menghentikan penuntutan sebanyak 18 perkara berdasarkan restorative justice atau keadilan restoratif. Penghentian perkara itu setelah Jaksa Agung Muda Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Dr Fadil Zumhana menyetujui menghentikan penuntutannya.

    Jampidum Fadil Zumhanam dikutip Wartabanjar.com di Jakarta menyebut, sebelumnya terhadap perkara-perkara itu terlebih dahulu dilakukan gelar perkara (ekspose) secara virtual. Ke 18 perkara itu antara lain:

    18 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan restorative justice adalah:
    1. Tersangka Hendra Saputra bin Mahmud dari Kejaksaan Negeri Banyuasin, yang disangka melanggar Pasal 367 Ayat (2) KUHP tentang Pencurian dalam Keluarga.
    2. Tersangka Jamilah binti Zakaria dari Kejaksaan Negeri Ogan Ilir, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
    3. Tersangka Pitria binti M. Nazir dari Kejaksaan Negeri Ogan Ilir, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
    4. Tersangka Lilis Suryani binti Fauzi dari Kejaksaan Negeri Ogan Ilir, yang disangka melanggar Pasal 80 Ayat (1) jo. Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
    5. Tersangka Herlya binti Fairozi dari Kejaksaan Negeri Penukal Abab Pematang Ilir, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
    6. Tersangka Herwita binti Amaldi dari Kejaksaan Negeri Penukal Abab Pematang Ilir, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
    7. Tersangka Desi Anggraini binti Rahman dari Kejaksaan Negeri Prabumulih, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
    8. Tersangka Soleha binti Suharto dari Kejaksaan Negeri Prabumulih, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
    9. Tersangka Erwin Rahadi dari Kejaksaan Negeri Lombok Tengah, yang disangka melanggar Pasal 480 Ke-1 KUHP tentang Penadahan.
    10. Tersangka Safira Pratama Putri alias Lala dari Kejaksaan Negeri Batam, yang disangka melanggar Pasal 480 Ke-1 KUHP tentang Penadahan jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
    11. Tersangka Yoseph Francois Niko Saputra alias Niko dari Kejaksaan Negeri Batam, yang disangka melanggar Pasal 480 Ke-1 KUHP tentang Penadahan jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
    12. Tersangka Rahman bin H. Nonci dari Kejaksaan Negeri Kolaka Utara, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
    13. Tersangka Yadi Bin Sukku dari Kejaksaan Negeri Kolaka Utara, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
    14. Tersangka Banhur Nasir bin Nasir Tahir dari Kejaksaan Negeri Konawe, yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
    15. Tersangka Taufik, A. Ma., alias Ufik bin Abdul Haris dari Kejaksaan Negeri Konawe, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
    16. Tersangka Raman Alias Man dari Kejaksaan Negeri Donggala, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
    17. Tersangka Niz Aulia alias Niz dari Kejaksaan Negeri Donggala, yang disangka melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dan Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
    18. Tersangka Adi Setiawan alias Adi bin Nuriman dari Kejaksaan Negeri Sleman, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

    Sementara itu alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan Restorative Justice ini diberikan antara lain:
    • Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
    • Tersangka belum pernah dihukum;
    • Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
    • Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
    • Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
    • Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
    • Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
    • Pertimbangan sosiologis;
    • Masyarakat merespon positif.
    Selanjutnya, Jampidum Fadil Zumhana memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif atau Restoratif Justice (RJ).
    “Hal ini sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” kata Fadil Zumhana. (Sidik Purwoko)
    Editor: Sidik Purwoko
    Baca Juga :   Menkeu Gelar Rapat dengan BPJS Ketenagakerjaan, Begini Hasilnya:

    Baca Lebih Lengkapnya Instal dari Playstore WartaBanjar.com

    BERITA LAINNYA

    TERBARU HARI INI