“Maka membaca Pasal 7 UUD harus sistematis dan kontekstual, jangan cuma titik koma. Intinya Presiden Jokowi tidak bisa nyalon lagi. Titik,” sambungnya.
Jimly menuturkan bahwa yang diperbelohkan UUD 1945 yakni, apabila wapres mencalonkan diri menjadi calon presiden. Sebab, bukan jabatan yang sama dan sebagai penerus dan pengganti.
“Tapi mantan presiden dua kali mau jadi cawapres tidak boleh karena jika terjadi kekosongan seperti meninggal, wapres harus naik jadi presiden yang tidak boleh lagi ia jabat,” ujar Jimly.
Dia pun mengkritik Juru Bicara MK Fajar Laksono sebagai orang pertama yang melontarkan pernyataan ini. Jimly mengingatkan bahwa staf pengadilan dilarang berbicara soal substansi.
“Statement Humas MK bukan putusan resmi MK, jangan jadi rujukan. Staf pengadilan dilarang bicara substansi,” ucap Jimly.
Pengamat politik Universitas Al-Azhar Indonesia Ujang Komaruddin mengkritisi wacana tersebut. Dia tak menampik memang dalam ketentuan Undang-Undang Dasar (UUD) tak diatur Presiden yang sudah dua periode boleh maju jadi cawapres.
“Cuma memang secara etik dan moral ya ini kan meski sah-saja saja tapi sama saja berpeluang ke Jokowi untuk bisa 3 periode dengan dia sebagai cawapres,” kata Ujang dilansir Viva.
Dia menganalisa dengan dinamika politik saat ini, peluang Jokowi jadi cawapres 2024 cukup terbuka.
Namun, ia mengingatkan sebaiknya Jokowi cukup dua periode sehingga bisa dicap sebagai negarawan.
“Jokowi mestinya kalau ingin disebut sebagai negarawan makanya mestinya sudahilah. Cukup bahwa kepempinannya husnul khotimah, dua periode ya sudah,” jelas Ujang.