WARTABANJAR.COM, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan, vonis pidana mati terhadap Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J bisa berkurang apabila eks Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri, itu belum dieksekusi, sementara KUHP yang baru sudah berlaku.
Ferdy Sambo di vonis mati oleh hakim PN Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023), dalam kasus pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Menurut Mahfud, aturan tentang hukuman mati diatur dalam Pasal 100 KUHP baru yang isinya, apabila terpidana menunjukkan sikap terpuji, pidana mati dapat diubah menjadi pidana seumur hidup dengan putusan presiden atas pertimbangan Mahkamah Agung (MA).
Hukuman seumur hidup bisa terjadi setelah terpidana menjalani masa percobaan 10 tahun. Tetapi, KUHP baru itu berlaku pada 2026.
BACA JUGA :Lagi! Majelis Hakim Perberat Vonis Ferdy Sambo Cs Dibanding Tuntutan Jaksa
“Ya bisa (berkurang) kalau belum dieksekusi, kalau belum dieksekusi sebelum tiga tahun. Nanti sesudah 10 tahun, kalau berkelakuan baik, bisa menjadi seumur hidup, kan itu UU yang baru,” kata Mahfud saat ditemui di Duren Sawit, Jakarta Timur, Senin (13/2/2023) malam.
Mahfud mengatakan, KUHP baru berlaku bagi terdakwa atau terpidana jika kasus belum inkracht atau berkekuatan hukum tetap.
“Jika seseorang dalam proses hukum lalu terjadi perubahan peraturan UU, maka diberlakukan yang lebih ringan kepada terdakwa. Jadi, dia (Ferdy Sambo) mungkin akan menerima (keringanan), kecuali mau diperdebatkan,” kata Mahfud.
“Tapi itu tidak penting. Menurut saya, keadilan rasa publik sudah diberikan oleh hakim yang gagah perkasa dan berani,” ujarnya melanjutkan.
Komnas HAM Ingin Hukuman Mati Dihapus
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menghormati vonis mati yang dijatuhkan hakim kepada eks Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri, Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
“Komnas HAM menghormati proses dan putusan hukum yang telah diambil oleh hakim, dan memandang bahwa tidak seorang pun yang berada di atas hukum,” ujar Ketua Komnas HAM Atnike Nova dalam keterangannya, Selasa (14/2/2023).
Menurut Komnas HAM, apa yang dilakukan Ferdy Sambo merupakan kejahatan yang serius.
Sebab, selain merencanakan pembunuhan, Ferdy Sambo juga merintangi proses penyidikan atau obstruction of justice.
“Terlebih dengan menggunakan kewenangannya sebagai aparat penegak hukum,” kata Atnike.
Namun, Komnas HAM juga menyoroti vonis pidana mati yang dijatuhkan hakim kepada Ferdy Sambo.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru, kata Atnike, hukuman mati bukan lagi menjadi hukuman pidana pokok.
“Komnas HAM mencatat bahwa dalam KUHP yang baru, hukuman mati bukan lagi menjadi hukuman pidana pokok, dan berharap agar penerapan hukuman mati ke depan dapat dihapuskan,” ujar Atnike.
BACA JUGA :Video Lama Hotman Paris Kritisi Pasal Hukuman Mati di KUHP Kembali Viral, Netizen Kaitkan dengan Vonis Mati Ferdy Sambo
Vonis Mati
Dalam vonisnya, hakim menilai bahwa Ferdy Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J sebagaimana dakwaan jaksa.
“Menyatakan terdakwa Ferdy Sambo telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menurut hukum melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak melakukan yang menyebabkan sistem elektronik tidak berfungsi sebagaimana mestinya,” ujar Ketua Majelis Hakim Wahyu Iman Santoso dalam sidang di PN Jakarta Selatan, Senin (13/2/2023).
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa tersebut oleh karena itu, pidana mati,” katanya melanjutkan.
Dalam kasus ini, eks Kadiv Propam Polri itu menjadi terdakwa bersama istrinya, Putri Candrawathi, serta dua ajudannya, yaitu Richard Eliezer atau Bharada E dan Ricky Rizal atau Bripka RR.
Selain itu, seorang asisten rumah tangga (ART) sekaligus sopir keluarga Ferdy Sambo, Kuat Ma’ruf, juga turut menjadi terdakwa dalam kasus ini.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai Ferdy Sambo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap Brigadir J yang direncanakan terlebih dahulu.
Eks anggota Polri dengan pangkat terakhir jenderal bintang dua itu dinilai telah melanggar Pasal 340 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
Ferdy Sambo juga terbukti terlibat obstruction of justice atau perintangan penyidikan terkait pengusutan kasus kematian Brigadir J. Ia terbukti melanggar Pasal 49 UU ITE jo Pasal 55 KUHP.(wartabanjar.com/berbagai sumber)
Editor : DTM
Mahfud MD Sebut Hukuman Mati Sambo Bisa Berkurang Bila KUHP Baru Berlaku
Baca Lebih Lengkapnya Instal dari Playstore WartaBanjar.com