WARTABANJAR.COM, BANJARBARU – Pemindahan narapidana kasus pembunuhan jurnalis Juwita, Jumran, secara diam-diam ke Lapas Kelas IIA Balikpapan menimbulkan polemik dan kritik tajam dari berbagai kalangan. Padahal, proses hukum yang selama ini dinilai terbuka justru menyisakan pertanyaan besar di penghujung putusannya.
Jumran, eks prajurit TNI AL yang telah divonis penjara seumur hidup dan diberhentikan secara tidak hormat (PTDH), kini berstatus sebagai warga sipil. Namun, tanpa pemberitahuan resmi kepada keluarga korban maupun kuasa hukum, ia dipindahkan dari Kalimantan Selatan ke Balikpapan—wilayah di luar lokasi tindak pidana.
Arya, Pelaksana Bidang Pelayanan dan Kepatuhan HAM dari Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Kalimantan Selatan, menegaskan bahwa pemindahan narapidana tidak bisa dilakukan sembarangan, apalagi jika melibatkan lintas provinsi.
“Lazimnya pemindahan dilakukan oleh pihak lapas atau rutan di lokasi kejadian perkara, bukan atas dasar permintaan sepihak,” tegas Arya saat dikonfirmasi, Rabu (2/7/2025).
BACA JUGA:Kuasa Hukum Desak Pemindahan Jumran Dikaji Ulang, Minta Pengembalian ke Lapas Banjarbaru
Menurutnya, pemindahan napi harus melewati proses administrasi panjang dan izin resmi dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Jika tidak disertai alasan mendesak seperti gangguan keamanan atau pelanggaran berat di dalam lapas, maka pemindahan ini patut dipertanyakan.
Dugaan Ada yang Ditutupi
Kebingungan semakin bertambah saat tim kuasa hukum korban meminta klarifikasi ke Oditurat Militer. Mereka diberitahu bahwa pemindahan dilakukan atas permintaan Danlanal Balikpapan. Namun, saat Danlanal dikonfirmasi, ia semula menyatakan tidak tahu-menahu, lalu belakangan menyebut itu merupakan permintaan pribadi dari Jumran sendiri.