“Meski menimbulkan kegelisahan di tengah publik, saya menghimbau agar masyarakat tidak terpancing emosi atau narasi-narasi yang berpotensi memecah belah persatuan dan tetap menjaga ketenangan serta tidak terprovokasi,” kata Pengasuh Pondok Pesantren Al-Nahdlah, Depok, Jawa Barat tersebut.
Prof Ni’am menegaskan bahwa penghinaan, apalagi atas nama SARA harus dihentikan serta tidak memberi ruang untuk saling membenci. Menurut dia, dalam situasi seperti ini, penting untuk mempercayakan sepenuhnya proses penanganan kepada aparat penegak hukum.
“Jangan main hakim sendiri, percayakan kepada penegak hukum. Jika main hakim sendiri justru berpotensi memperkeruh suasana dan merugikan banyak pihak,” ungkapnya.
Dalam hal ini, lanjut dia, aparat penegak hukum diharapkan memiliki sensitivitas terhadap situasi keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas).
“Langkah-langkah penegakan hukum perlu segera diambil secara profesional dan transparan, guna memberikan rasa keadilan serta menenangkan keresahan publik,” ujarnya.
Selain itu, Prof Ni’am berpesan agar aparat penegak hukum perlu bergerak cepat mengambil langkah hukum atas dugaan tindak pidana SARA, agar masyarakat yang menjadi korban merasa memperoleh keadilan.
“Serta untuk memberikan efek jera terhadap setiap upaya provokasi yang berpotensi merusak harmoni dan persatuan. Kesan lamban dan pembiaran akan menjadi bensin yang bisa menyulut api kekerasan horizontal,” sambungnya.
Oleh karena itu, Prof Ni’am mengajak semua elemen masyarakat untuk bersama-sama menjaga kondusifitas dan mencegah perpecahan.