Namun, pandangan al-Ghazali berbeda. Beliau justru memberikan solusi baru dalam konteks media sosial dan dunia maya, bahwa menyebarkan amal kebaikan seperti donasi bisa dilakukan di mana saja, asalkan diniatkan untuk kebaikan yang tulus.
Menurut al-Ghazali, amal sedekah umat Muslim tetap akan dicatat dengan baik oleh Allah, namun apabila niatnya mengarah pada riya’, sebaiknya disembunyikan.
Dalam konteks yang sama, Grand Syaikh Al-Azhar, Syekh Ahmad Thayyeb, pernah menyampaikan peringatan agar masyarakat tidak terlena dengan mengabadikan foto atau video kegiatan donasi di media sosial.
Salah satu alasan beliau adalah untuk menjaga martabat (hifzh karamah) para mustahiq (penerima bantuan), agar mereka tidak terkesan dijadikan objek untuk mendapatkan pujian atau perhatian.
Namun, menurut pandangan penulis, terlepas dari pertimbangan riya’ atau tidak, sisi maqashid dari donasi perlu diperhatikan.
Menunjukkan donasi secara terbuka dapat dimaknai sebagai bagian dari Istibaqul Khairat (berlomba dalam kebaikan).
Sejalan dengan pendapat ar-Razi dalam Mafatihul Ghaib, yang berpendapat bahwa mempublikasikan sedekah di muka publik tetap memiliki maslahat, karena dapat mendorong orang lain untuk mengikuti jejak kebaikan tersebut.
Beliau berkata:“Alasan dibolehkannya menampakkan sedekah adalah menjadi sebab bagi orang lain untuk mencontohnya dalam bersedekah, sehingga orang-orang miskin akan mendapatkan manfaat darinya. Dalam hal ini memposting donasi di sosial media dianjurkan.”
Dengan demikian, baik berdonasi secara terang-terangan maupun tersembunyi memiliki keutamaan besar dalam hal keikhlasan dan peningkatan pahala.