WARTABANJAR.COM – PW NU melalui situs resmi NU Online ikut membahas mengenai permainan capit boneka.
Dilansir NU Online, ada 2 ringkasan hasil kajian yang tersebar saat ini, antara lain: Pertama, menurut hasil keputusan bahtsul masail FMPP XXXVII.
Pada forum ini disepakati bahwa hukum capit claw dan human claw adalah haram karena illat perjudian (maisir/qimar).
Kedua, MUI DI Yogyakarta menyatakan hukum capit claw tidak haram karena illat munadhalah atau adu ketangkasan.
Uang yang diserahkan dinilai sebagai biaya menggunakan mesin. Sementara itu, boneka yang didapat adalah bagian dari buah keterampilan pengguna mesin.
Alhasil, boneka itu dinilai sebagai hadiah keterampilan sehingga dipandangnya sebagai tidak haram. Lebih lanjut, fatwa tersebut menempatkan boneka sebagai layaknya poin.
Mengenal Perjudian
Judi dalam istilah fiqih sering diistilahkan dengan maisir atau qimar.Ciri utama dari judi, adalah sebagai berikut:
عِلّة القمار مَوْجُودَة لِأن كلا مِنهُما دائر بَين أن يغنم ويغرم
Artinya: “Illat perjudian terbentuk karena kedua
belah pihak sama-sama berpeluang selaku pemenang dan sekaligus yang kalah.” (Taqiyuddin al-Hishny, Kifayatul Akhyar fi Hilli Ghayatil Ikhtishar, Damaskus: Dar al-Khair, 1994, juz 1, halaman 538).
Berdasarkan ibarat pendek tersebut, mafhum dari perjudian, adalah:
(1) Kedua pihak sama-sama mengeluarkan harta (2) Kedua pihak sama-sama berpeluang untuk terambil hartanya
(3) Di dalam permainan capit claw dan human claw, masing-masing pihak (penjual dan pembeli) adalah sama-sama mempertaruhkan harta
4) Apabila pihak yang menyerahkan uang tidak bisa menggunakan mesin, maka dia tidak mendapatkan boneka. Alhasil, uangnya hilang, sementara dirinya tidak mendapatkan apa-apa (yughram). Itu sebabnya permainan di atas masuk dalam ranah perjudian, sehingga bukan sekadar praktik gharar (spekulasi) yang masih bisa dishahihkan dengan adanya khiyar. Dan Forum Musyawarah Pondok Pesantren itu menyepakati akan hal ini.
(5) Hukum permainan capit claw dan human claw akan lain ceritanya, apabila setiap peserta dapat dipastikan dapat memperoleh boneka. Apabila kondisi ini terjadi, maka akad yang berlaku adalah bai’ muhaqalah atau munabadzah. Hukumnya masih bisa dishahihkan apabila disertai adanya khiyar. Namun, apabila tidak bisa dipastikan mendapatkan boneka, sehingga kadang dapat dan kadang tidak, maka permainan itu adalah murni perjudian (maysir).(aqu/NU Online)