Selanjutnya Pemprov Kalsel juga menjadikan stunting sebagai prioritas penanganan, dimana SKPD telah mengusulkan program-program dari Dinkes, untuk memperbaiki gizi anak, dari PUPR berupa perbaikan sanitasi, rumah, serta pemenuhan jaminan air minum.
“Saya berharap, kerjasama lintas sektor dalam mengentaskan permasalahan stunting ini bisa sukses,” ucap Roy.
Dari data, angka stunting yang cukup besar terdapat di Kabupaten Banjar, disusul Tapin, Batola, serta Tala, yang angkanya di atas 30% dan menjadi sasaran prioritas.
“Daerah-daerah ini masih ada di zona merah stunting, dengan angka pencapaian masih di atas standar seharusnya yakni 20%,” ungkap Roy.
Ia juga mengapresiasi kabupaten Balangan yang awalnya dari angka 52% menjadi 30an %, disusul kabupaten Tabalong yang turun 15%.
“Adapun kabupaten lain yang mengalami kenaikan angka stunting, ini akan jadi evaluasi ke depan untuk kita, bagaimana nanti solusinya,” tuturnya.
Sementara itu, Bupati Tabalong Drs. H. Anang Syakhfiani mengakui target capaian yang diberikan BKKBN dari angka prevalensi stunting 28,2% menurut angka SSGI di tahun 2021 menjadi 25,68% di akhir 2022 dan 21,49% di 2023 serta 17,27% di 2024 adalah sebuah tantangan dan butuh perjuangan semua pihak di Tabalong.
“Sejak awal saya mengembang amanah sebagai kepala daerah, saya selalu memberikan perhatian untuk masalah stunting. Harus diakui, pemahaman masyarakat Tabalong tentang
stunting masih rendah, demikian juga pemahaman di level jajaran pemerintah,” kata Anang.
Pasalnya, permasalahan stunting ini tidak melulu soal pertumbuhan gizi anak yang terhambat namun ada hal-hal lain yang perlu dibenahi juga permasalahan sejak dini dari awal pernikahan orangtuanya.