WARTABANJAR.COM, JAKARTA – Wakil Presiden ke-10 dan 12 Jusuf Kalla (JK) mengkritik keras kebijakan Kurikulum Merdeka yang diterapkan oleh Mendikbudristek Nadiem Makarim selama ini. Menurut JK, kurikulum tersebut tidak relevan dan tidak cocok diterapkan secara nasional.
“Ini semua sistem. Saya bicara bahwa Kurikulum Merdeka itu tidak cocok secara nasional. Bisa dilaksanakan terbatas satu sekolah, dua sekolah,” ujar JK saat memberikan sambutan di acara peluncuran dan bedah buku Menegakkan Amanat Konstitusi Pendidikan karya anggota DPR yang juga Wakil Ketua Komisi X periode 2019-2024, Dede Yusuf M Effendi di gedung DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (10/10).
Baca juga:Hampir 100 Persen Madrasah di Jateng Sudah Terapkan Kurikulum Merdeka
Menurut JK, Kurikulum Merdeka bisa diterapkan jika anak-anak berasal dari keluarga mampu sehingga bisa masuk sekolah dengan fasilitas lengkap.
Dia mencontohkan, anak yang bisa membayar uang masuk sekolah Rp 100 juta, maka dia bisa bersekolah di tempat yang fasilitasnya lengkap dan jumlah muridnya terbatas.
“Bayar berapa itu anak, untuk masuk bayar Rp 100 juta, setiap bulan bayar Rp 10 juta jadi memang bisa dipakai. Nah muridnya cuma 20 sekelas, gurunya dua”.
“Kurikulum Merdeka mungkin bisa diterapkan. Namun, di daerah-daerah yang muridnya 40 orang, satu kelas muridnya 1 (guru), gajinya Rp 5 juta. Bagaimana bisa kasih merdeka?” ungkap JK.
JK mengaku sejumlah negara maju berhasil menerapkan Kurikulum Merdeka, seperti di Finlandia.
Hanya saja, kata dia, hal tersebut berbeda karena pendapatan per kapita masyarakat di negara maju tinggi dan fasiltias pendidikan untuk anak terjamin oleh negara.
“Di Finlandia satu kelas cuma 16. Dia boleh hari ini main kimia karena ada labnya, hari ini fisika ada labnya, mau musik ada band-nya, mau olahraga ada tamannya karena income per kapitanya US$ 70.000 per tahun. Kita cuma US$ 4.500 bagaimana mau dimerdekakan?” ujar JK.
Menurut JK, Indonesia masih relevan menerapkan sistem peringkat atau sistem punishment and reward. Hal tersebut, kata dia, bisa membangkitkan daya juang peserta didik.
Baca juga:Kemendikbud Ristek Rubah Kurikulum Pendidikan, Pengamat: Masih Efektif?
“Dunia ini dunia kompetitif maka sejak awal bersaing. Pendidikan ini reward and punishment, kalau hanya semua reward tidak akan pernah terjadi disiplin. Semua naik kelas,” pungkas JK.(pwk)
Editor: purwoko