Imam Qurtubi dalam kitab Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an menafsirkan bahwa ayat ini menjelaskan pentingnya tolong-menolong dalam kebaikan, baik yang bersifat wajib maupun yang dianjurkan.
Sementara itu, Al-Mawardi menambahkan bahwa Allah mengaitkan kerja sama ini dengan ketakwaan, karena ketakwaan mendatangkan keridhaan Allah, sedangkan kebaikan membawa keridhaan manusia.
Ketika seseorang mampu menggabungkan keduanya, ia akan meraih kebahagiaan dan keberkahan dalam hidup. Lebih jauh lagi, ayat ini bersifat universal dan berlaku bagi semua orang tanpa memandang status atau kedudukan.
Setiap individu dianjurkan untuk saling membantu dalam urusan dunia maupun akhirat.
Contohnya, seorang guru yang mengajarkan ilmu kepada muridnya, seorang dokter yang mengobati pasiennya, atau orang kaya yang berbagi hartanya kepada mereka yang membutuhkan.
“Tolong-menolonglah kamu dalam kebaikan dan ketakwaan.” Al-Akhfasy berkata: “Ayat ini terpisah dari awal kalam dan merupakan perintah bagi seluruh makhluk untuk saling membantu dalam kebaikan dan ketakwaan, yakni hendaklah sebagian dari kalian menolong sebagian yang lain, saling mendorong untuk melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala dan mengamalkannya, serta menjauhi apa yang dilarang oleh Allah dan menghindarinya,” (Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an, [Kairo: Darul Kutub al-Mishriyah, 1964 M], Jilid VI, hlm. 46).
Pun ketika seorang ayah yang bekerja mencari nafkah di malam hari juga tak tertutup kemungkinan mendapatkan malam lailatul qadar.
Pasalnya, dalam sebuah hadits riwayat Imam Thabrani dikatakan bahwa termasuk ibadah jihad adalah saat kepala keluarga berusaha mencari nafkah untuk kebutuhan anak dan istrinya.