Hampir Separoh dari Jumlah Pemilih Mengaku Ditawari Uang pada Pemilu 2024

    Angka tersebut sebesar 3,92 pada tahun 2023, dan 3,93 pada tahun 2022.

    Temuan BPS mencerminkan adanya pemahaman di Indonesia bahwa korupsi diterima dan bahkan diharapkan secara luas, kata Associate Professor Yohanes Sulaiman dari Universitas Jenderal Achmad Yani kepada The Straits Times.

    Baca juga:KPU Jakarta Selesaikan Coklit 8,3 Juta Pemilih Pilkada Serentak 2024

    “Kalau (calon) mau suaranya, harus bayar sejumlah uang. Apakah ini bermasalah? Ya, tapi pada saat yang sama, orang sudah terbiasa dengan hal itu. Makanya korupsi dianggap sudah mendarah daging,” ujarnya.

    Berdasarkan hukum di Indonesia, jual beli suara adalah tindakan ilegal dan pelanggarnya dapat dikenakan denda dan hukuman penjara. Namun hal ini tidak menghentikan praktik ini menjadi hal yang biasa, khususnya di daerah pedesaan.

    Misalnya saja, seorang calon legislatif di Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur, menimbulkan kegemparan baru-baru ini ketika ia mengatakan bahwa ia bermaksud menjual salah satu ginjalnya untuk membiayai kampanyenya.

    Harapan untuk membeli dukungan pemilih menimbulkan masalah yang lebih dalam. Ketika kandidat politik merencanakan anggaran mereka, uang harus disisihkan tidak hanya untuk berkampanye, tetapi juga untuk budaya jual beli suara, kata Nicky Fahrizal, peneliti di lembaga think-tank Center for Strategic and International Studies (CSIS).

    “Kandidat, baik secara sukarela atau tidak, sering kali mencari pinjaman atau dukungan keuangan dari sumber mana pun yang tersedia untuk menutupi biaya-biaya ini,” kata Nicky, yang merupakan bagian dari departemen politik dan perubahan sosial CSIS.

    Baca Juga :   Implikasi Penambahan Kursi Menteri, Puan Pastikan Komisi di DPR Bertambah

    Baca Lebih Lengkapnya Instal dari Playstore WartaBanjar.com

    BERITA LAINNYA

    TERBARU HARI INI