WARTABANJAR.COM, JAKARTA – Lebih dari 200 pulau kecil di Indonesia diprivatisasi dan diperjualbelikan hingga 2023 lalu. Pulau yang paling banyak diprivatisasi dan diperjualbelikan berada di wilayah DKI Jakarta dan Maluku Utara.
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebut, data itu didapatkan dari sejumlah organisasi nirlaba. Kondisi itu menyebabkan banyak dampak negatif yang dirasakan masyarakat.
“Sebanyak 200 pulau tersebut paling banyak di DKI Jakarta dan Maluku Utara,” kata Kepala BRIN, Athiqah Nur Alami, Senin (15/07/2024).
Selain privatisasi, Athiqah juga menyoroti dampak negatif dari industri ekstraktif di pulau-pulau kecil. Industri ekstraktif tersebut seperti pertambangan, eksplorasi minyak dan gas, serta penangkapan ikan besar-besaran bagi masyarakat pulau-pulau kecil dan pesisir di Indonesia.
Menurutnya, kegiatan industri ekstraktif juga bisa menyebabkan pulau kecil tenggelam. Ini menunjukkan terjadinya kerentanan di pesisir yang sifatnya tidak hanya ekologis, tapi juga sosial, ekonomi, dan budaya.
Baca juga: Target Pool Belum Tercapai, Transformasi Sepakbola Kita Butuh Proses
“Hal itu tidak hanya karena perubahan iklim, tetapi juga aktivitas industri ekstraktif,” beber Athiqah.
Athiqah juga menyebut, beberapa tahun terakhir pihaknya mencermati bagaimana kebijakan hilirisasi dan masifnya kegiatan pertambangan serta perluasan industri ekstraktif.
Dia menilai kegiatan industrialisasi, seperti proyek hilirisasi nikel di Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, juga pertambangan biji besi dan tambang emas di Sulawesi Utara, berpotensi mengganggu keseimbangan ekosistem di pesisir laut dan pulau-pulau kecil.