Ia menjelaskan, dana Rp 1,1 miliar itu adalah dana reses para anggota dewan yang dilaksanakan pada tanggal 27-29 Maret 2022 yakni pada masa COVID-19.
“Karena di tahun 2022 itu adalah akhir masa COVID-19, kegiatan reses tetap dilaksanakan, namun pesertanya dibatasi sesuai dengan protokol kesehatan hanya 20 orang per sesi dengan anggaran 10 juta sekali reses,” ujarnya.
Lebih lanjut, dana tersebut dikelola langsung oleh anggota dewan yang melaksanakan reses di dapilnya masing-masing. Pada akhir masa COVID-19 tersebut, DPRD Banjarbaru menyerahkan makanan dan minuman dalam bentuk sembako dan diserahkan kepada peserta reses.
“Untuk berapa anggaran sembako itu yang mengelola anggota dewan masing-masing dan dibuktikan dengan tanda terima serta foto. Tidak bisa dengan SPJ,” jelasnya lagi.
Lebih lanjut, Arnawarty menjelaskan alasan kenapa tidak bisa memasukkan dana tersebut ke dalam SPJ. Ia mengatakan, hal itu sesuai dengan Surat Keputusan Petunjuk Ketua DPRD Banjarbaru yakni Fadliansyah.
“Dalam SK petunjuk itu yang reses ini disuruh memberikan sembako door to door dan membuat laporan saja dari foto dan daftar hadir, karena kalau kita bikin SPJ itu namanya kita melaksanakan kegiatan besar. Sedangkan pada masa itu kegiatan kita dibatasi. Jelas kalau kita bikin SPJ artinya kita melakukan kegiatan yang banyak orang dan itu menyalahi aturan,” jelas Arnawaty.
Arnawaty meng-klaim persoalan tak membuat SPJ dalam kegiatan reses di masa COVID-19 pada tahun 2022 itu sudah sesuai dengan aturan karena pihaknya sudah berkonsultasi dengan BPKP Kalsel pada tanggal 23 Juli 2020 lalu.