“Dari 80 penerbangan, 38 di antaranya mengalami keterlambatan. Bahkan ada keterlambatan sampai 3 jam 50 menit. Kalau ditotal, keterlambatan itu mencapai 32 jam 24 menit. Ini tentu sangat disayangkan,” tegas Anna.
Ketiga, pecah kloter. Perencanaan Garuda Indonesia juga meleset. Pecah kloter yang awalnya diperkirakan hanya akan terjadi satu kali, ternyata terjadi beberapa kali. “Salah satunya pecah kloter dialami UPG-06 karena Garuda tidak bisa menggantikan pesawat yang mesinnya rusak dengan jenis pesawat yang sama,” sebut Anna.
“Kami mencatat sampai hari ini sudah ada empat penerbangan yang pecah kloter. Maksudnya, satu kloter jemaah tidak bisa diterbangkan secara bersama-sama,” sambungnya.
Selain UPG-06, pecah kloter juga terjadi pada jemaah yang tergabung dalam kloter UPG-10, UPG-12, dan UPG-16.
“Potensi ini masih bisa bertambah jika tidak dimitigasi dengan baik karena masa penerbangan jemaah ke Tanah Suci masih akan berlangsung hingga 10 Juni mendatang,” katanya lagi.
Keempat, tas kabin dan kursi roda jemaah tidak terbawa. Peristiwa ini dialami oleh penerbangan jemaah kloter 28 Embarkasi Solo (SOC 28). Ada 11 kursi roda dan 120 koper kabin yang tidak terangkut. Akibatnya jemaah dan petugas mencari-cari setelah mereka mendarat di Bandara Amir Muhammad bin Abdul Aziz (AMAA) Madinah.
“Ini bahkan tidak ada informasi dari Garuda. Padahal petugas haji pontang panting terus mencarinya. Belakangan kita tahu bahwa 11 kursi roda dan 120 koper kabin itu tidak terbawa dan baru diterbangkan bersama pesawat yang memberangkatkan kloter 33 Embarkasi Solo atau SOC 33,” papar Anna.