WARTABANJAR.COM, JAKARTA – Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengajak masyarakat untuk merayakan hari besar keagamaan apapun dengan saling bertoleransi. Salah satu bentuk toleransi perayaan hari besar keagamaan dengan mensyukuri dan menikmati hari besar keagamaan meski tidak menjadi bagian dari agama yang merayakan.
Demikian dikatakan Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh seperti dikutip Wartabanjar.com di Jakarta, Kamis (09/05/2024). Menurutnya, meski bukan menjadi bagian dari umat yang merayakan, namun kita bisa menikmatinya sebagai hari libur nasional.
“Yang pasti, sekarang faktanya (
hari besar keagamaan) jadi hari libur nasional, kita (Muslim) juga menikmati liburnya kan? Demikian juga yang non-Muslim pada saat libur Idul Fitri juga mereka menikmati liburnya,” kata Asrorun.
Begitu pula saat umat Muslim menjalankan ibadah puasa, kata dia, banyak dari saudara yang berbeda agama juga turut mengikuti acara buka puasa bersama dan menikmati aneka takjil yang khas hanya ada di Bulan Ramadhan.
Ia menilai hal tersebut merupakan bentuk toleransi yang diwujudkan dalam bentuk saling mengambil manfaat dan saling mendukung antara satu dengan yang lainnya.
“Prinsip Islam dalam membangun agama masing-masing adalah lakum diinukum waliyadiin, bagimu agamamu, bagiku agamaku. Tidak mengganggu pelaksanaan ibadah yang dilaksanakan agama lain, bahkan kita memfasilitasi,” ujarnya.
Menurut Niam, bertoleransi dalam menikmati hari libur keagamaan merupakan dimensi sosial yang bersifat inklusif, sehingga siapapun dipersilakan untuk menikmati hari libur nasional yang berkenaan dengan hari besar agama lain.
Adapun toleransi yang tidak dibenarkan, kata dia, adalah toleransi dengan merayakan ibadah dalam bentuk ritual, seperti halnya ibadah shalat dalam agama Islam, serta misa dalam agama Katolik/Kristen, karena merupakan dogma atau ajaran yang bersifat eksklusif.
Sehingga, kata Niam, toleransi antarumat beragama tidak diwujudkan dalam bentuk sinkretisme antara satu keyakinan dengan yang lainnya.