“Pada 1990 – 1998, di Blok Cepu, ditemukan kandungan migas dalam jumlah besar di lokasi-lokasi lama (di Kabupaten Blora dan Bojonegoro) tetapi lebih dalam dan lokasi baru di Banyu Urip, Bojonegoro,” kata Ashadi.
Para pengusaha pun, menurutnya, telah merespon adanya kegiatan produksi Migas di Blok Cepu, termasuk yang terbaru di Banyu Urip, Bojonegoro, dengan membangun tempat-tempat penginapan: hotel dan homestay dan sebagian masyarakat menyulap rumah-rumah mereka di sepanjang jalan-jalan utama Kota Cepu, menjadi tempat-tempat jajanan dan mini resto.
“Pada waktu akhir pekan banyak remaja yang nongkrong di sana. Kondisi ini mirip dengan Kota Bandung. Bedanya di Cepu, lebih banyak melibatkan masyarakat kalangan bawah,” tutur Ashadi.
Pemda Blora, sambung Ashadi, dengan melihat sumber daya yang dimiliki Kota Cepu, telah dan sedang mengembangkan kota menuju Cepu Raya. Sejak tahu 2000-an, Pemda merevitalisasi jaringan jalan dan taman-taman kota, serta membuka tempat-tempat wisata. Salah satunya adalah peningkatan kualitas jaringan jalan di pusat kota dan ‘Juliana Boulevard” (Taman Tuk Buntung dan Taman Seribu Lampu), meskipun belum optimal karena banyak ruas jalan yang pinggirannya masih berupa tanah sehingga becek jika hujan dan berdebu jika kemarau.
Hal ini bisa dijumpai pada dua ruas Jalan Ronggolawe yang mengapit Taman Seribu Lampu, sepanjang sekitar 700 meter, pada bagian pinggiran jalan, selebar 3 meter, masih berupa tanah. Begitu pula dua ruas Jalan Tuk Buntung, sepanjang 450 meter.