Hal ini sejalan dengan pernyataan Al-Hafiz Adz-Dzahabi dalam kitab At-Thibbun Nabawi sebagai berikut: “Air hujan baik untuk kebanyakan penyakit dan memiliki keberkahan” (Al-Hafiz Adz-Dzahabi, At-Thibbun Nabawi, [Beirut, Dar Ihyaul Ulum: 1990 M], halaman 189)
Pada catatan kaki Kitab At-Thibbun Nabawi tersebut, terdapat kutipan ayat Al-Qur’an ketika menjelaskan keberkahan air hujan tersebut: وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً مُّبَارَكاً Artinya: “Dan Kami turunkan dari langit air yang penuh keberkahan” (Q.S. Qaaf [50]: ayat 9).
Pada masa sahabat nabi, lingkungan udara masih bersih dari berbagai polutan.
Apabila turun hujan, airnya merupakan air yang bersih dan bermanfaat untuk kesehatan manusia. Air hujan yang turun langsung dari langit masih bisa dikonsumsi sebagai sumber air yang menyehatkan.
Hingga kini, hujan dikenal sebagai pembersih udara dari berbagai polutan sehingga keberkahannya masih terbukti.
Namun, seiring dengan polusi udara dan lingkungan yang meningkat, perhatian dan kewaspadaan terhadap kebersihan air hujan juga harus ditingkatkan.
Apabila masyarakat hendak memanfaatkan air hujan untuk keperluan konsumsi, maka perlu memperhatikan saran dari para ahli lingkungan yang meneliti tentang air hujan.
Salah satu hasil penelitian di Indonesia mengungkapkan bahwa air hujan di sekitar wilayah industri bersifat asam.
Bahkan penelitian awal menunjukkan bahwa komposisi air hujan di daerah urban dapat mengandung unsur-unsur logam berat yang dapat membahayakan kesehatan (Hasan dkk, 2017, Composition of Ions and Trace Metals in Rainwater in Bandung City, Indonesia, Regional Conference in Civil Engineering, Surabaya: halaman 603-608).