Sekitar Desember 2022, datanglah seorang pemodal ke kawasan tersebut karena menyukai keindahan alam Bukit Manjai.
Kawasan tersebut merupakan milik negara dan berstatus Area Penggunaan Lain (APL).
Menurut Sekdes, APL boleh dimanfaatkan untuk apa saja asal demi kepentingan masyarakat.
Lalu, sang investor menawarkan kerjasama, namun harus ada jaminan, lalu pihaknya berinisiatif membuat SKT atas nama mereka sekeluarga sebagai garansinya.
Pemilik Lahan Sebenarnya
Sebelum membuat SKT, pihaknya sudah mencari siapa tahu pengelola lahan tersebut ke kepala desa terdahulu hingga tetua adat.
Kemudian diketahui pemiliknya bernama Efri, warga Awang Bangkal.
“Tanah yang ada di wilayah Bukit Manjai itu, dikelola seorang warga Namanya Efri. Di wilayah kami, siapapun yang mengelola lahan, secara hukum adat maka lahan itu menjadi miliknya,” ungkap Mahrus lagi.
Mahrus menceritakan, Efri setuju jika tanah ini diperuntukkan untuk masyarakat luas.
Selanjutnya, mereka melakukan pengukuran tanah bersama Kepala Lingkungan 1 untuk mengetahui kawasan mana yang masuk hutan lindung dan tidak.
“Selesai pengukuran kami laporkan ke Efri lagi dan dia menyarankan bahwa lahan itu diatasnamakan kami berempat sekeluarga,” jelasnya lagi.
Isi Kesepatan Antara Pembakal dan Pemodal
Sebelum membuat SKT, pembakal mengadakan pertemuan dengan pemodal untuk melakukan kesepakatan terkait 44 SKT tersebut.
“Supaya ke depannya tidak ada keributan, jadi kami sepakat memang memakai nama kami dan keluarga, tapi tidak akan memiliki secara hak. Jadi nama kami ini ditulis hanya untuk keperluan administrasi saja, kepemilikannya tetap orang banyak,” papar Mahrus.