Kepolisian Negara Republik Indonesia mengirim empat kapal kepolisian yang dilengkapi dengan sonar dan robot kendali jarak jauh (ROV).
Sekitar pukul 07.00 WIB, pemantauan udara menemukan tumpahan oli di sekitar lokasi terduga hilangnya kapal selam.
Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Achmad Riad melaporkan bahwa tumpahan oli telah teramati di beberapa lokasi.
Ia juga menambahkan bahwa KRI Raden Eddy Martadinata telah mendeteksi pergerakan di bawah air dengan kelajuan 2,5 knot (4,6 km/jam), tetapi objek tersebut menghilang sebelum dapat diidentifikasi.
Yudo Margono mengungkapkan bahwa TNI AL telah mendeteksi objek dengan “resonansi magnetik kuat” pada kedalaman 50 hingga 100 meter.
Pada 24 April, TNI AL mengumumkan bahwa Nanggala dinyatakan tenggelam.[7][61] Sebelumnya, ditemukan puing-puing berupa pelurus tabung torpedo, pembungkus pipa pendingin, pelumas periskop, dan alat salat.[62] Puing-puing tersebut diduga berasal dari KRI Nanggala karena ditemukan hanya sejauh 10 mil laut (19 km; 12 mi) dari titik kontak terakhir dan tidak ada kapal lain yang berada di area tersebut.[63][d]
Pada 25 April, TNI AL menyatakan bahwa 53 orang yang berada di KRI Nanggala gugur.
Pemindaian yang dilakukan oleh KRI Rigel melakukan pemindaian menggunakan multi beam sonar dan telah menghasilkan citra bawah air yang lebih detail. Pada hasil citra tersebut ditunjukkan beberapa bagian kapal selam, termasuk kemudi vertikal belakang, jangkar, bagian luar badan tekan, kemudi selam timbul, dan baju keselamatan awak kapal MK11.