Ekonom dan Pengamat Energi Beberkan Beban Berat Rakyat Miskin Jika Kompor Gas LPG Dikonversi ke Kompor Listrik

    Kompor listrik. Foto: Tangkapan layar YouTube iNews id

    Sayangnya, Pengamat Energi, Mamit Setiawan merasa pemerintah terlalu cepat menyimpulkan negara bakal untung dengan kebijakan ini sebab proses uji coba saja baru akan dilakukan.

    Dengan kata lain, hitungan keuntungan yang disebut PLN tidak berdasarkan data di lapangan.

    “Kita harus lihat dulu bagaimana manfaat dari (pelaksanaan uji coba) konversi ini. Apakah nanti setelah dihitung penggunaan kompor induksi ini memang akan jauh lebih menguntungkan jika dibandingkan penggunaan LPG 3 kg atau sebaliknya,” ujarnya.

    Namun, ia tak menampik, konversi ini bakal mengurangi nilai impor LPG sebab sampai saat ini LPG yang ada di dalam negeri, sekitar 75-80 persen berasal dari impor.

    Karenanya, dia minta pemerintah jangan terlalu cepat menyimpulkan keuntungan yang bakal diperoleh karena belum ada regulasi jelas yang mengatur mengenai kebijakan kompor listrik.

    Ia mengatakan betul jika paket kompor dan penambahan daya diberikan secara gratis namun setelahnya nasib masyarakat miskin harus dipertimbangkan, terutama dalam membayar tagihan listrik.

    “Yang paling utama dan paling penting bagi masyarakat adalah terkait dengan tarif, ketika mereka nanti dikonversikan menjadi kompor induksi, bagaimana dengan tarif listrik yang akan mereka bayarkan,” jelasnya.

    Seperti diketahui, masyarakat miskin yang terdaftar di DTKS adalah pelanggan listrik 450 VA dan sebagian 900 VA.

    Sudah tentu, kompor listrik yang dayanya 1.000 watt tidak akan mampu dengan daya tersebut.

    Mamit mengatakan minimal daya pengguna kompor listrik harus 2.200 VA agar masih bisa menggunakan alat elektronik lain saat memasak, tetapi daya 2.200 VA tidak mendapatkan subsidi dari pemerintah.

    Meskipun pemerintah mengklaim masyarakat tetap bisa menggunakan daya lama untuk listrik sehari-hari, dan kompor listrik diberikan MCB baru, tetap saja tidak ada kejelasan tarifnya apakah ikut juga disubsidi atau tidak.

    “Jika memang tarifnya tidak terlalu memberatkan masyarakat dan lebih meringankan masyarakat kenapa tidak kan? Tapi ini pasti jadi beban bagi negara, karena akan ada beban subsidi ataupun beban kompensasi jauh lebih tinggi ketika, misalnya, kompor induksi ini tarifnya masih disubsidi,” jelasnya.

    Baca Juga :   32,88% Kuota Jemaah Haji Khusus Sudah Terisi Dalam 3 Hari Pelunasan Bipih

    Baca Lebih Lengkapnya Instal dari Playstore WartaBanjar.com

    BERITA LAINNYA

    TERBARU HARI INI