Oleh : Nadhiv Audah SH
WARTABANJAR.COM, BANJARBARU – Pembelian tanah kavling ukuran kecil, sedang dan besar bagi masyarakat kebanyakan bertujuan untuk investasi jangka panjang baik untuk dibuat rumah tinggal atau dijual kembali kepada pihak lain. Sebenarnya jual beli tanah kavling memiliki aturan yang ketat, bahkan ada beberapa daerah yang melarang menjual tanah kavling.
Dalam Pasal 26 ayat (1) UU No 4 Tahun 1992 Jo Pasal 146 UU No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Pemukiman yang menyebutkan badan usaha di bidang pembangunan perumahan dan pemukiman yang membangun lingkungan siap bangun dilarang menjual kavling tanah matang tanpa rumah.
Namun pasal tersebut mengecualikan dalam hal pembangunan perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan kavling tanah matang ukuran kecil.
Di sisi lain, khususnya daerah kalimantan selatan ada beberapa perusahaan yang melakukan wanprestasi atau bahkan merugikan konsumen tanah kavling tersebut. menjual tanah kavling kepada masyarakat yang kadang masyarakat tidak mengetahui pasti lokasi tanah kavling tersebut. Dengan menunjukkan peta lokasi dan surat-surat tanah tersebut untuk meyakinkan konsumen.
Namun ada juga developer yang mengajak dan menunjukkan langsung tanah kavling yang dibeli konsumen tersebut, tapi dalam proses berjalan waktu pengurusan surat dan pembayaran angsuran kredit ternyata tanah kavling tersebut juga ditunjukkan kepada konsumen lain.
Memang dalam hal ini konsumen memiliki kelemahan, karena tidak memegang langsung surat tanah kavling yang dibelinya. Dalam perjanjian pengikatan jual beli tanah kavling kadang memiliki klausa isi perjanjian waktu pembuatan penyelesaian surat tanah kavling tersebut yang bahkan sampai dengan satu tahun setelah dilakukan down payment (DP) atau pembayaran awal yang kadang menjadi celah oleh developer untuk menawarkan atau menarik konsumen lain agar melakukan jual beli terhadap tanah kavling yang sama.