Alih-alih memperoleh simpati dari masyarakat, kebijakan mitigasi risiko ini justru akan mendulang kecaman, tidak hanya dari WNI, tetapi juga dari WNA sehingga menimbulkan citra buruk di mata internasional.
Berkenaan dengan hal itu, demikian Bukhori melanjutkan, Komisi VIII DPR RI sebenarnya telah mendesak Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) selaku unsur Satgas Covid-19 untuk membereskan praktik mafia karantina tersebut saat Rapat Kerja yang lalu.
“Kami meminta BNPB selaku unsur strategis dalam Satgas Covid-19 untuk segera menindaklanjuti dugaan ini. Segera lakukan evaluasi dan koreksi secara menyeluruh terhadap temuan yang dinilai menyimpang. Jika benar terbukti, praktik mafia karantina ini mesti segera diberantas dari akar hingga pucuknya!” tegas Bukhori.
Selain itu, legislator dapil Jawa Tengah I ini meminta BNPB menjelaskan secara wajar dan terbuka harga semua hotel yang telah ditetapkan untuk menjadi tempat karantina.
“Jangan sampai orang itu hanya dikebiri atau laiknya membeli kucing dalam karung. Itu tidak tepat dan tidak wajar. Dalam situasi mencekam seperti ini yang terdampak keras akibat pandemi itu rakyat, bukan hanya pengusaha saja,” kritiknya.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI ini menambahkan, regulasi yang berorientasi pada pelindungan dan keselamatan rakyat tidak boleh dinodai dengan masuknya pengaruh kartel. Keberadaan kartel terbukti menimbulkan masalah baru, karena patut diduga menjadi penyebab melonjaknya tarif hotel di atas harga wajar.
“Tarif hotel yang awalnya Rp 600.000 per malam atau Rp 350.000 per malam meroket menjadi Rp 800.000 hingga Rp 1.200.000 dan seterusnya. Ini tidak bisa dilihat semata-mata tentang persoalan tarif hotel yang membuat kita mengernyitkan kening, tetapi di balik itu patut diduga ada kartel yang ikut bermain, ada calo. Calo yang tidak resmi sehingga membuat rakyat semakin menjerit. Saya berharap masalah tersebut segera diakhiri, dan saya mendukung kinerja rekan media untuk mengekspos isu ini hingga menjadi perhatian banyak pihak,” ucapnya.