WARTABANJAR.COM, JAKARTA – Hendrik Mulyadi, seorang nelayan pencari rajungan di perairan Pulau Lancang-Pulau Laki, Kepulauan Seribu, menceritakan detik-detik jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182 ke laut, pada Sabtu (9/1) siang.
Saat kejadian nahas tersebut, dirinya berada di dekat lokasi yang diduga kuat menjadi lokasi jatuhnya pesawat itu bersama dua rekannya yang merupakan anak buah kapal (ABK) di kapal pencari rajungannya.
“Saat itu hujan cukup besar, dan kami bertiga di tengah laut sedang konsentrasi mengambil bubu (alat penangkap rajungan),” kisahnya, dikutip dari Antara, Senin (11/1).
“Tiba-tiba ada seperti kilat ke arah air disusul dentuman keras, puing berterbangan sama air (ombak) tinggi sekali. Untung kapal saya enggak apa-apa,” lanjut pria 30 tahun itu.
Setelah rangkaian kejadian yang berlangsung di bawah dua menit tersebut, Hendrik mengaku dirinya dan dua rekannya tidak bisa melakukan apa-apa selain bertanya-tanya apa yang terjadi.
Ia sempat mengira itu adalah bom yang jatuh dan meledak.
Namun, Hendrik mengaku sesaat sebelum kejadian tidak mendengar suara mesin pesawat sebelum dentuman keras, serta tidak terlihat kobaran api membubung sesaat setelah insiden itu.
“Suara mesin enggak ada. Terus saat kejadian enggak kelihatan ada api, hanya asap putih, puing-puing yang berterbangan, air yang berombak besar, dan ada aroma seperti bahan bakar,” katanya.
Meski tidak mengalami cedera dan kapalnya tidak mengalami kerusakan, Hendrik mengaku masih terguncang, hingga tidak enak makan dan tidur sampai tak sanggup bekerja mencari rajungan seperti sedia kala.