WARTABANJAR.COM, JAKARTA – Pengamat Pendidikan, Darmaningtyas menolak Ujian Nasional (UN) jadi standar kelulusan pelajar di Indonesia. Dia pun mengusulkan Evaluasi Nasional (EN).
“Saya termasuk orang yang menolak UN jadi standar kelulusan. Namun kita perlu sistem Evaluasi Nasional (EN),” paparnya dalam focus group discussion (FGD) “Mengunci Sistem Pendidikan Indonesia” di Kantor B-Universe Pantai Indah Kapuk (PIK) 2, Kabupaten Tangerang, Banten, Selasa (12/11).
Baca juga:Presiden Prabowo Subianto Minta Pendidikan Diutamakan
Di sisi lain, Darmaningtyas memandang Asesmen Nasional (AN) yang digagas Mendikbudrisitek Nadiem Anwar Makarim tidak bisa diterapkan di Indonesia karena kondisi geografis.
Alasannya dia mengaku AN hanyalah sampling. AN tidak dilakukan secara menyeluruh sehingga belum bisa jadi tolok ukur yang tepat.
“Kritik saya terhadap Asesmen Nasional (AN) adalah sampling. Dari keragaman geografis kita sekarang tidak bisa,” lanjutnya.
Meski demikian, pria berusia 62 tahun itu menyarankan agar AN diperbaiki. Oleh karena itu, perlu adanya langkah yang tepat untuk mengukur standar pendidikan nasional.
“Tidak harus beralih ke UN sepenuhnya, tetapi Asesmen Nasional yang diperbaiki. Kita bisa ukur standar pendidikan nasional, tetapi tidak berdampak pada kelulusan,” tuturnya.
Seperti diketahui, UN dilaksanakan untuk semua pelajar tingkat akhir mulai dari kelas 6, III SMP, III SMA/SMK/MA. AN hanya sampling saja dan tidak di kelas akhir.
Sementara itu, EN yang dibahas Darmaningtyas dapat dilaksanakan di Kelas 5, 8, dan 11 untuk semua murid dan tidak hanya sampling seperti AN.
Menyoal Kurikulum Pendidikan
Kurikulum pendidikan di Indonesia harus berpatokan pada tumbuh kembang anak. Pernyataan itu disampaikan psikolog pendidikan anak dan remaja, Vera Itabiliana seusai focus group discussion (FGD) “Mengunci Sistem Pendidikan Indonesia”.
“Saran saya kembalilah kepada tumbuh kembangnya anak yang sejatinya. Jadi kurikulum memang harus berpatokan pada tumbuh kembang anak,” ungkapnya kepada Beritasatu.com.
Pandangan Vera tersebut berkaca pada isu lama yang hingga saat ini masih menjadi persoalan. Contohnya pada metode belajar baca, tulis, dan berhitung (calistung) yang faktanya masih belum ideal hingga kini.
Baca juga:Pakar Pendidikan Khawatir Pemisahan Kementerian Pendidikan Timbulkan Masalah Baru ini
Sebab saat ini fenomena pendidikan di Indonesia masih belum sempurna sejak level dasar. Secara psikologis, Vera menjelaskan tahapan belajar calistung pada anak yang tepat baru bisa diperkenalkan di usia lima sampai enam tahun.
Namun nyatanya anak-anak usia dini di Indonesia ditekankan untuk sudah bisa calistung sebagai syarat tahap memasuki level sekolah dasar (SD).
Padahal, kata Vera, tugas belajar calistung sebenarnya dalam pendekatan psikologis ada di masa kelas 1 SD.(pwk)
Editor: purwoko