Utang Rp 474,7 Kuadriliun, Amerika Serikat Berpotensi Gagal Bayar, Apa Dampaknya Bagi Indonesia

    WARTABANJAR.COM – Sebelumnya, Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen kembali menyuarakan risiko pada ekonomi negaranya jika plafon utang tidak segera dinaikkan, yang telah mencapai ambang batas.

    Amerika Serikat (AS) memiliki utang mencapai ambang batas sebesar USD 31,4 triliun atau setara Rp. 474,7 kuadriliun (asumsi kurs Rp. 15.700 per dolar AS) pada 19 Januari 2023.

    Presiden AS Joe Biden dan Anggota DPR dari Partai Republik mungkin hanya memiliki waktu sebulan untuk mencegah AS gagal bayar utang.

    Potensi gagal bayar utang ini diprediksi berdampak terhadap jutaan masyarakat AS, dan menimbulkkan kekecauan ekonomi dan fiskal di AS serta dunia.

    Pada Senin, 1 Mei 2023, Menteri Keuangan AS Janet Yellen memperingatkan pemerintah AS mungkin tidak dapat membayar tagihannya secara penuh dan tepat waktu paling cepat 1 Juni 2023.

    Namun, perkiraan tidak pasti. Ia menuturkan, kalau tanggal gagal bayar mungkin akan datang beberapa minggu ke depan.

    AS mencapai batas utang USD 31,4 triliun pada Januari, dan Departemen Keuangan telah memakai dana tunai dan “tindakan luar biasa” untuk memenuhi kewajiban sejak saat itu.

    Lalu bagaimana dampak kegagalan bayar utang AS terhadap sektor bisnis di Indonesia?

    Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira menilai, selain pasar saham, potensi gagal bayar utang Amerika Serikat berdampak cukup signifikan bagi negara berkembang seperti Indonesia. Pertama, suku bunga jadi lebih mahal karena AS akan menaikkan suku bunga untuk jaga agar investor tetap membeli US treasury bill.

    “Dan ini artinya bunga pinjaman makin menghimpit pelaku usaha dan konsumen di Indonesia,” ujar dia saat dihubungi Liputan6.com lewat pesan singkat, Sabtu (6/5/2023).

    Sektor Bisnis yang Terdampak

    Kedua, ada aliran dana yang keluar dari Indonesia mencari aset yang aman karena investor menilai aset sekelas utang AS saja bisa gagal bayar, apalagi aset berisiko tinggi. “Keluarnya modalnya asing akan melemahkan kurs rupiah,” tutur dia.

    Bhima menambahkan, faktor ketiga, dari kinerja ekspor akan terpengaruh. Hal ini mengingat AS memegang porsi yang penting sebagai mitra dagang tradisional. “Produk seperti tekstil, alas kaki, pakaian jadi dan bahan baku tujuan AS bisa melemah kinerjanya,” ujar dia.

    Sektor bisnis yang berpotensi terkena dampak gagal bayar utang Amerika Serikat, menurut Bhina, yakni sektor keuangan, perbankan, industri berorientasi ekspor mulai tekstil pakaian jadi, alas kami, furnitur, kimia dan barang tambang serta crude palm oil (CPO).

    Bhima mengatakan, sektor bisnis tersebut terdampak potensi gagal bayar utang AS imbas permintaan domestik AS melemah dan likuiditas global mengetat.

    Janet Yellen: Utang AS di Ambang Batas Bahaya

    Sebelumnya, Menteri Keuangan Amerika Serikat Janet Yellen mengenai risiko jika pagu utang negaranya tidak segera dinaikkan oleh Kongres.

    Seperti diketahui, utang AS telah mencapai ambang batanya sebesar USD 31,4 triliun atau setara Rp. 474,7 kuadriliun (asumsi kurs Rp. 15.700 per dolar AS) pada 19 Januari 2023.

    Melansir Channel News Asia, Jumat (28/4/2023) Yellen memperingatkan bahwa jika Kongres tidak menaikkan pagu utang pemerintah, dan dampak yang dihasilkan dapat memicu “malapetaka ekonomi” yang akan membuat suku bunga lebih tinggi untuk tahun-tahun mendatang.

    Yellen menjelaskan, default utang AS akan mengakibatkan hilangnya pekerjaan, mendorong lonjakan biaya hipotek, pinjaman mobil, dan hingga kartu kredit .

    “Merupakan tanggung jawab dasar Kongres untuk meningkatkan atau menangguhkan batas pinjaman USD 31,4 triliun,” jelasnya, memperingatkan bahwa default akan mengancam kemajuan ekonomi yang telah dibuat Amerika Serikat sejak pandemi COVID-19.

    “Kegagalan utang kami akan menghasilkan bencana ekonomi dan keuangan,” ujar Yellen kepada anggota Sacramento Metropolitan Chamber of Commerce.

    “Gagal bayar akan menaikkan biaya pinjaman selamanya. Investasi masa depan akan menjadi jauh lebih mahal,” dia menambahkan.

    Jika plafon utang tidak dinaikkan, Yellen mengatakan, bisnis di AS akan menghadapi pasar kredit yang memburuk, dan pemerintah kemungkinan tidak akan dapat mengeluarkan pembayaran kepada keluarga militer dan Jaminan Sosial.

    “Kongres harus memilih untuk menaikkan atau menangguhkan batas utang. Itu harus dilakukan tanpa syarat. Dan seharusnya tidak menunggu sampai menit terakhir,” tandas Janet Yellen.

    Tidak seperti kebanyakan negara maju lainnya, AS membatasi jumlah utang. Ketika pemerintah negara itu membelanjakan lebih dari yang dibutuhkan, pembuat undang-undang perlu menaikkan plafon utang secara berkala.(wartabanjar.com/berbagai sumber)

    editor : didik tm

    Baca Juga :   Foto dan Video Syur Mahasiswa Asal Sampit Terancam Disebar Pacar

    Baca Lebih Lengkapnya Instal dari Playstore WartaBanjar.com

    BERITA LAINNYA

    TERBARU HARI INI