Fenomena ini memicu berbagai komentar dari warganet. Ada yang menyikapinya secara serius, ada pula yang menyelipkan canda dan sindiran sosial:
“Itulah pentingnya belajar akidah dengan benar,” tulis seorang pengguna.
“Himung banar juragan kain… alhamdulillah rejeki jar sidin,” celetuk lainnya dengan emotikon tertawa.
“Positifnya sih, kalau ada kain kuning orang jadi hati-hati dan nggak ngebut, bisa mengurangi kecelakaan,” ujar akun lain mencoba melihat dari sisi positif.
“Sementara itu, orang-orang dari luar sedang mengeruk bumi kalian, membabat dan menggarap hutan dan tanah kalian,” tulis netizen lain dengan nada satire.
“Kuning itu artinya hati-hati… atau bendera Golkar?” tulis akun lain menyelipkan humor politik.
Terlepas dari pro dan kontra, fenomena kain kuning di Jembatan Sungai Lenggana ini menjadi potret nyata bagaimana kepercayaan lokal masih mengakar kuat di tengah masyarakat Kalimantan. Di sisi lain, peristiwa ini juga menjadi pengingat akan pentingnya dialog antara budaya, spiritualitas, dan pembangunan infrastruktur yang menghormati nilai-nilai lokal.(Wartabanjar.com/urbanjar.id/berbagai sumber)
editor: nur muhammad