Dengan demikian, sambung dia, penghukuman bukan lagi menekankan balas dendam dan efek jera kepada pelaku, tetapi menekankan pada keadilan korektif, restoratif, dan rehabilitatif.
“Penegakan hukum dalam tindak pidana korupsi haruslah membawa manfaat dan menghasilkan perbaikan ekonomi bangsa dan negara, bukan hanya menekankan pada penghukuman kepada para pelakunya,” katanya.
Baca juga: Sambut Libur Nataru TMII Siapkan Acara ini, Dijamin Seru!
Ia menilai apabila para pelaku hanya dipenjarakan, tetapi aset hasil korupsi tetap mereka kuasai atau disimpan di luar negeri tanpa dikembalikan kepada negara, maka penegakan hukum seperti itu tidak banyak manfaatnya bagi pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat.
Sementara, lanjut dia, jika uang hasil korupsi mereka kembalikan dan pelakunya dimaafkan, uang tersebut masuk ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk menyejahterakan rakyat.
Dirinya mencontohkan, pelaku korupsi di dunia usaha misalnya, bisa meneruskan usahanya dengan cara yang benar dan tidak mengulangi praktik korupsi.
Baca juga: Bareskrim Naikkan Dugaan Korupsi Judi Online Komdigi ke Penyidikan, Budi Arie Telah Diperiksa
Dengan begitu, Yusril menyebutkan usaha pelaku tersebut tidak tutup atau bangkrut, negara tetap dapat pajak, tenaga kerja tidak menganggur, pabrik tidak jadi besi tua, dan sebagainya.
Dari pernyataan Yusril itu, ketegasan pemerintah terhadap komitmen pemberantasan korupsi perlu dipertanyakan. Padahal selama ini Presiden gembar-gembor jika pemerintahannya akan tegas kepada koruptor.