Satu hal yang harus diperhatikan adalah sikap para sahabat dalam menerima perbedaan pandangan dan hasil musyawarah dengan mekanisme aklamasi atau voting untuk mencari pendapat mayoritas.
Sikap ini merupakan warisan dari metode Nabi dalam bermusyawarah dengan para sahabat.
Nabi mengambil kebijakan dari pendapat suara mayoritas sahabat, sebagaimana ditegaskan Ibnu ‘Asyur dalam kitab At-Tahrir wat Tanwir, juz 10, halaman 75: “Dalam ayat ini (surat al-Anfal, ayat 67), Nabi bukan sosok yang disalahkan karena Nabi hanya mengambil kebijakan berdasarkan pendapat mayoritas sahabat.”
Hadirin sidang Jumat yang dirahmati Allah!
Tujuan bermusyawarah yang dalam konteks Pemilihan Umum adalah partisipasi setiap rakyat dalam memilih calon pemimpin masa depan adalah untuk mendapatkan penerimaan seluruh rakyat terhadap pemimpin terpilih karena seluruh rakyat sudah diberikan kesempatan untuk berkontribusi dalam menentukan pemimpin terpilih, sehingga tidak ada satu pihak yang merasa terzalimi karena tidak dilibatkan dalam menentukan pilihan.
Ini merupakan metode Nabi dalam melibatkan sahabat di beberapa kesempatan pengambilan kebijakan satu permasalahan.
Imam Ibnu Katsir dalam kitab Tafsir al-Qur’anil ‘Azhim, juz 7, halaman 193 menegaskan: “Oleh karena itu, Nabi bermusyawarah dengan para sahabat dalam permasalahan perang dan lain sebagainya untuk memberi ketenangan/kepuasan hati mereka terhadap kebijakan/keputusan yang diambil.”
Hadirin sidang Jumat yang dirahmati Allah! Pemilu atau Pilkada adalah upaya rakyat mendapatkan pemimpin terbaik untuk kehidupan yang lebih baik di masa yang akan datang, setidaknya 5 tahun ke depan.