“Sementara yang dirugikan sangat banyak, makanya kemarin Menteri (ATR) menyampaikan untuk menggunakan deliknya adalah pencucian uang atau TPPU,” jelas Dede.
Dede mengatakan jika menggunakan jerat hukum TPPU berarti harus ada laporan tentang aliran dana pelaku dan laporan keuangan dari PPATK.
Sebab kasus mafia tanah ada beberapa jenis, termasuk yang merugikan negara lewat penguasaan ilegal kelompok tertentu terhadap tanah.
Baca juga:Bareskrim Polri Tetapkan Kadishub dan Anggota DPRD Depok Tersangka Mafia Tanah
Pemilik tanah kerap tidak memiliki Hak Guna Usaha (HGU), namun mereka membuat usaha di atas tanahnya. Modus operandi mereka sering kali melibatkan pemalsuan dokumen, penggelapan, dan pendudukan ilegal.
Dede mengatakan, hal tersebutlah yang merugikan negara dengan nominal yang tidak sedikit.
“Pajak tidak dibayar, tidak punya HGU tapi produksi jalan terus. Itu kan banyak sekali perkebunan dan pertanahan yang mungkin itu milik negara, milik rakyat,” sebut mantan Wagub Jawa Barat ini.
Menurut data dari Satgas Anti Mafia Tanah, sebagian besar kasus melibatkan pemalsuan dokumen (66,7%), diikuti oleh penggelapan (19,1%) dan pendudukan ilegal (11%).
Dede mengatakan, perihal tanah ini menyangkut masalah kedaulatan negara, di mana sebuah negara itu ada karena memiliki tanah, masyarakat, dan penghasilan sumber daya. Artinya jika tanah hanya dikuasai oleh segelintir orang maka akan banyak rakyat yang belum sejahtera.
“Rasanya nggak fair sebagai sebuah negara kehidupan berbangsa dan bernegara itu hanya ditentukan oleh segelintir orang yang menguasai jutaan hektar lahan,” kata Dede.