WARTABANJAR.COM – Dalam Islam, aksi militer ataupun peperangan bukanlah hanya satu-satunya jalan jihad yang diajarkan oleh Rasulullah saw.
Dalam kondisi perang, terlebih lagi ketika negara kita diserang, maka wajib hukumnya untuk membela diri kita dan umat Islam yang kita niatkan sebagai bentuk pengabdian kita kepada Allah swt. (fi sabilillah).
Itulah mengapa dahulu di Indonesia pasca kemerdekaan, ketika pasukan sekutu hendak merebut kembali kemerdekaan yang sudah bangsa kita raih, Hadratus Syekh KH Hasyim Asy’ari mengeluarkan resolusi jihad.
Dalam kondisi damai seperti sekarang ini, jihad seharusnya tidak dimaknai secara sempit hanya berarti perjuangan militer saja.
Terdapat sebuah hadits yang menjelaskan bahwasanya seseorang yang keluar rumah untuk mendapatkan rezeki yang halal pun bisa disebut sebagai jihad.
Rasulullah saw. bersabda yang artinya: “Barangsiapa yang keluar (bepergian) di muka bumi dalam rangka mencari rezeki halal untuk mencukupi kebutuhan keluarganya, maka ia sedang berada di jalan Allah.”
Pada kesempatan lain Rasulullah saw kembali menegaskan bahwa syahid bukan hanya terbatas pada mereka yang meninggal di medan peperangan militer saja, namun sesiapapun yang meninggal saat sedang mengusahakan upaya yang diridhai oleh Allah, maka ia pun disebut sebagai syahid: “Rasulullah saw bertanya kepada sahabatnya, apa yang kalian tahu tentang mati syahid? Para sahabatpun menjawab, Ya Rasulallah, orang yang mati di jalan Allah itulah yang dimaksud dengan mati syahid. Rasulullah pun bersabda: Kalau begitu, sedikit sekali ummatku yang mati syahid. Kemudian para sahabat berkata, Lantas siapakah yang dianggap mati syahid ya Rasulullah? Rasulullah pun bersabda: Barang siapa yang gugur dalam pertempuran di jalan Allah maka dia itu syahid, siapa saja yang mati di jalan Allah, maka dia itu syahid, siapa yang mati saat wabah, maka ia syahid, dan siapa yang mati karena penyakit perut maka dia syahid.”