Pemodal juga mengetahui hal tersebut dan juga bersepakat akan mengembalikan 44 SKT ke desa jika suatu saat ingin berhenti mengelola tempat wisata tersebut.
Pemodal setuju karena 44 SKT ini diperlukan olehnya untuk keperluan administrasi seperti membual analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) dan perizinan lainnya.
“Kalau status lahan itu masih APL, maka investor tidak mau. Makanya kami buatkan SKT. Selain itu kesepakatan itu juga sudah kami bikinkan drafnya, tinggal persetujuan dari pihak investor,” tambahnya.
Sayangnya, hasil kesepakatan itu tidak tersampaikan ke masyarakat Mandiangin Timur sehingga membuatnya jadi akar polemik di Bukit Manjai.
Warga Terlanjur Emosi
Pihaknya menjelaskan mengapa susah menjelaskan permasalahan ini ke masyarakat.
Pada awalnya Pambakal dan rekan-rekannya ingin menjelaskan hal ini pada Musyawarah Masyarakat Desa pada 25 Oktober 2023 lalu, namun pihaknya tidak diberi kesempatan untuk menjelaskan.
“Masyarakat sudah emosi sehingga kami mengurungkan niat untuk menjelaskan itu. Kalau pun kami jelaskan ulang, masyarakat tidak akan terima lagi,” ungkap Mahrusaini.
Pihaknya juga berencana akan mengungkapkan hasil kesepakatan ini ke masyarakat lagi.
“Kami berencana untuk memberitahu masyarakat melalui investor langsung. Jadi kami minta investor atau pemodal yang menjelaskannya supaya tidak ada kesalahpahaman lagi,” ujarnya lagi. (nurul octaviani)
Editor: Yayu