Pada acara tersebut, mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), A. M. Hendro
Priyono mengatakan, penggalangan penting dilakukan untuk mendapatkan informasi
dalam hal proses penyelidikan dan pengamanan.
“Fungsi intelijen tidak dapat direduksi harus terdiri dari Lidpamgal (penyelidikan,
pengamanan dan penggalangan). Ditjen Imigrasi mempunyai subjek hukum orang
asing yang berada di negara Indonesia, artinya intelijen berperan sentral dalam
mencegah ancaman. Hanya melalui pengorganisasian yang baik dan menggunakan
kecerdasan teknologi kita dapat mengatasi ancaman ini,” ujarnya.
Materi focus grup discussion intelijen keimigrasian ini juga diisi oleh mantan Dirjen
Imigrasi, Prof. Iman Santoso, dan pakar intelijen, Yohannes Wahyu Saronto.
Topik-topik yang difokuskan pada kegiatan tersebut antara lain pentingnya melakukan peran mitigasi komprehensif dengan memahami pola dan memetakan pergerakan target.
Border operation center dan simplifikasi sistem aplikasi hingga pertimbangan menggunakan AI pada sistem yang lebih canggih turut menjadi perhatian dalam diskusi tersebut.
Di sesi terakhir, perwakilan dari US Immigration and Customs Enforcement (ICE),
Richard menyampaikan bahwa penetapan organisasi dan penentuan tim kecil perlu
dilakukan dalam strategi intelijen.
US ICE juga menjelaskan tentang pengimplementasian program BITMAP dalam intelijen keimigrasian.
Direktorat Intelijen Keimigrasian (Direktorat Intelkim) telah berhasil menyingkap
berbagai kasus penyelewengan oleh warga negara asing, seperti kasus penjamin fiktif,
WNA Cina pemegang paspor Meksiko palsu hingga WN Vanuatu yang menggunakan
identitas KTP WNI untuk bertanding di One Pride MMA. (rls)