Banyak wartawan yang terpaku pada rutinitas, hanya memberitakan apa yang tersedia di depannya. Entah itu peristiwa, acara, jumpa pers, atau lebih parah rilis yang disediakan para pihak di tempat liputannya. Dia lupa unsur “why” yang kalau terus digali, dapat menghasilkan materi liputan menarik.
Inisiatif ini wujud independensi karena lahir dari gagasan si wartawan, dari “pertemuannya” dengan masalah yang ada di sekelilingnya. Tanpa inisiatif apakah wartawan itu profesional? Bila hanya menjalankan penugasan, arahan, dari editornya, bahkan tidak dapat atau berani untuk memberi catatan tambahan atau usulan, sulit menyebutkan profesional.
Saya kira kondisi ini sekarang terjadi di kebanyakan media massa. Saya mengamati peserta UKW, jarang sekali yang antusias menyampaikan gagasan topik liputan. Ketika diberi contoh, barulah mereka menanggapi. Semuanya datar-datar saja, seperti tidak ada persoalan.
Padahal secara teoritis, apa saja bisa digarap menjadi berita menarik. Kalau tidak ada peristiwa, data-data yang sudah kita kumpulkan dalam kurun waktu tertentu (sebulan, setahun), entah diperdalam atau dibandingkan, bisa menjadi berita layak baca. Data jumpa pers dinas atau lembaga, bisa dikembangkan dari berbagai sudut. Tentu ditambah, jejaring yang kuat, untuk memberi bobot pada angka-angka itu.
Membiarkan diri terjebak dalam rutinitas, menunggu peristiwa jatuh dari langit, bahkan menunggu rilis yang sudah siap muat, pasti menurunkan kadar profesionalitas. Wartawan harus membiasakan diri sensitif, curiga, suka bertanya, rajin menyapa narsum, untuk mendapatkan ide dan momen untuk memproduksi karya jurnalistik. (*)
Baca Juga : Berikut Keterangan Polisi Terkait Suami Bunuh Istri di Perumahan PTPN Pelaihari
Editor : Hasby