Jawaban yang tersedia adalah Rasulullah SAW tidak tidur tetapi disibukkan dengan ibadah pada sebagian besar malam, bukan semalam suntuk sampai pagi.
Sebab, ada riwayat dari Aisyah RA yang menyatakan bahwa ia tidak pernah mengetahui Rasulullah SAW beribadah semalam penuh sampai pagi.
(وَأَحْيَا لَيْلَهُ) أَيْ تَرَكَ النَّوْمَ الَّذِي هُوَ أَخُو الْمَوتِ وَتَعَبَّدَ مُعْظَمَ اللَّيْلِ لَا كُلَّهُ بِقَرِينَةِ خَبَرِ عَائِشَةَ مَا عَلِمْتُهُ قَامَ لَيْلَةً حَتَّى الصَّبَاحِ
Artinya: “(dan menghidupkan malamnya) maksudnya adalah Rasulullah SAW tidak tidur di mana tidur adalah saudara kematian, dan beribadah pada sebagian besar malam bukan seluruhnya sebab ada riwayat dari Aisyah ra yang menyatakan: ‘Aku tidak pernah mengetahui Rasulullah SAW melakukan ibadah satu malam penuh sampai pagi hari,’” (Lihat, Abdurrauf al-Munawi, Faidlul Qadir, Bairut-Darul Kutub al-Ilmiyyah, cet ke-1, 1415 H/1994 M, juz V, halaman 168).
Dengan mengacu kepada penjelasan di atas maka setidaknya ada tiga amaliah yang bisa dilakukan.
Amaliah itu diharapkan dapat mempermudah kita untuk mendapatkan Lailatul Qadar, yaitu pada sepuluh akhir Ramadhan.
Ketiga amalan itu adalah pertama untuk sementara tidak melakukan hubungan suami-istri.
Kedua, meningkatkan intensitas beribadah terutama pada malam hari.
Ketiga, mendorong atau meminta keluarga untuk melakukan amaliah sunah dan amal kebajikan selain yang fardhu. (berbagai sumber)
Editor: Yayu