Ibnu Muflih Al-Hanbali dalam kitab Al-Furu’ menyatakan bahwa dari apa yang terlihat (zhahir) mengarah kepada tidak dipersyaratkan laki-laki untuk amil zakat.
Sementara dalam kitab Al-Mubdi’-nya, Ibnu Muflih menyatakan bahwa dalam konteks ini terdapat catatan (fihi nazhar) dari aspek ketiadaan dalil yang menunjukkan adanya persyaratan laki-laki dan dari sudut alasan terkait dengan wilayah (kekuasaan) yang dikemukakan oleh para ulama.
Kendati demikian, atas pertimbangan hal tersebut, maka Musa bin Ahmad Al-Hijawi dalam kitab Al-Iqna’-nya menyatakan bahwa dipersyaratkannya laki-laki itu lebih utama (awla).
Hal ini tentunya dibandingkan dengan pendapat yang menyatakan tidak diperlukan adanya persyaratan laki-laki.
Para ulama seolah-olah tidak mencantumkan secara tegas persyaratan laki-laki karena dianggap sudah jelas.
Demikian sebagaimana dikemukakan oleh Manshur bin Yunus Al-Bahuti dalam kitab Kasysyaf Al-Qina’ ‘an Matn Al-Iqna.
Sementara persyaratan amil tidak termasuk keturunan Bani Hasyim juga diperselisihkan oleh para ulama.
Bolehkah Keturunan Bani Hasyim Menjadi Amil?
Dalam Madzhab Syafi’i sendiri terjadi silang pendapat.
Masing-masing didukung dengan dalil, namun menurut Abu Ishaq Asy-Syirazi, Al-Baghawi, dan mayoritas ulama dari kalangan Madzhab Syafi’i yang paling sahih adalah pendapat yang tidak memperbolehkan.
Hal ini disebutkan Muhyiddin Syarf An-Nawawi dalam kitab Al- Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab.
Syarat Menjadi ‘Amil Tanfidz
Syarat yang harus dipenuhi seseorang agar bisa diangkat menjadi ‘amil tanfidz adalah hampir sama dengan ‘amil tafwidl, tetapi lebih longgar dibandingkan dengan amil tafwidl.