Memang hal tersebut telah diatur dalam Surat Perjanjian Jual beli tenaga Listrik (SPJBTL) antara PT. PLN dengan konsumen. Dalam perjanjian tersebut masih belum terdapat kedudukan yanng seimbang antara PT PLN dengan konsumen dikarenakan tidak adanya proses negosiasi yang seharusnya menjadi hak para pihak sebelum perjanjian ditandatangani.
Hubungan hukum tersebut seharusnya memiliki asas kebebasan berkontrak (perjanjian) sebagaimana disebutkan dalam pasal 1338 KUHPerdata dan pasal 1320 KUHPerdata mengenai syarat sahnya suatu perjanjian, yang mana posisi para pihak dalam perjanjian harus seimbang.
Hal lain permasalahan PT PLN dalam pemberian pelayanan kelistrikan kepada masyarakat diantaranya seringnya pemadaman listrik secara tiba-tiba dan sering naik turun voltase atau aliran listrik yang tidak stabil yang kadang menyebabkan kerugian konsumen, mulai dari barang-barang elektronik menjadi rusak bahkan sampai dengan terjadinya kebakaran dikarenakan listrik hidup kembali dengan tegangan yang tinggi.
Dalam hal tersebut konsumen dapat menggunakan haknya untuk menuntut ganti rugi apabila terjadi pemadaman yang diakibatkan kesalahan dan/atau kelalaian pengoperasian oleh pemegang izin usaha penyediaan tenaga listrik sesuai syarat yang diatur dalam perjanjian jual beli tenaga listrik sebagaimana disebutkan dalam pasal 29 ayat (1) huruf e UU listrik.
Begitu juga sebagaimana dalam pasal 19 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UU Perlindungan Konsumen) yang menyebutkan pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.