Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini meminta kepada pemerintah agar melakukan upaya restorasi ekosistem dan restorasi lingkungan, termasuk melakukan evaluasi terhadap izin tambang dan izin kebun sawit yang tidak memperhatikan tata kelola ekosistem.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mesti menyiapkan langkah-langkah antisipatif akan adanya kemungkinan banjir pada daerah-daerah yang Daerah Aliran Sungai (DAS)-nya rusak.
“Selain hutan yang rusak, data dari KLHK sendiri di tahun 2018 menunjukkan luasan lahan kritis nasional seluas 14,1 juta hektar. Bila pemeritnah mampu merehabilitasi lahan kritis rerata tiap tahun seluas 250 ribu Hektar, maka butuh 40 tahun untuk menyelesaikan persoalan lahan kritis,” ungkap legislator dapil Sulawesi Selatan II ini.
Ketika mengunjungi Desa Mentawir, Kecamatan Selalu, Kabupaten Paser Penajam Utara, Kalimantan Timur, beberapa waktu lalu, Akmal menemukan dampak buruk dari aktivitas perusahaan pertambangan batu bara pada kehidupan masyarakat.
Kualitas hidup masyarakat setempat sangat buruk akibat lingkungan yang tercemar. Pencemaran dan kerusakan lingkungan saat ini diakibatkan oleh perusahaan penambangan, ditambah izin perusahaan tersebut melebihi 42 hektare di luar dari izin yang dikeluarkan.
Menurut pria kelahiran Bone ini, pemerintah harus berpikir ke depan karena melihat dampak pertambangan tersebut akan berdampak pada sulitnya mendapatkan lahan dan pertanian untuk generasi mendatang, bahkan kondisi lingkungan ini mengundang datangnya bencana alam.