Maestro Lamut Banjar, Gusti Jamhar Akbar Meninggal Dunia

    Mereka yang baru melihat seni lamut selalu mengira kesenian ini mendapat pengaruh dari Timur Tengah.

    Pada masa Kerajaan Banjar dipimpin Sultan Suriansyah, lamut hidup bersama seni tutur Banjar yang lain, seperti dundam, madihin, bakesah, dan bapantun.

    “Padahal, kesenian ini sebenarnya berasal dari China,” katanya dalam sebuah wawancara beberapa tahun silam.

    Dalam keluarga Jamhar, kesenian ini diwariskan secara turun-temurun.

    Dia adalah keturunan keempat.

    Pertama kesenian lamut dikuasai oleh datunya (buyut), Raden Ngabe Jayanegara dari Yogyakarta.

    Raden Ngabe belajar lamut saat menjadi utusan Kerajaan Banjar yang bertugas di Amuntai, kini ibu kota Kabupaten Hulu Sungai Utara.

    Ceritanya, di Amuntai, Raden Ngabe bertemu pedagang China pemilik kapal dagang Bintang Tse Cay.

    Dari pedagang itulah ia pertama kali mendengar alunan syair China dan beberapa bulan kemudian dia mendapatkan salinan syairnya.

    Sejak itulah kakek buyutnya tersebut menjadi palamutan, ditambah lagi kepiawaiannya disukai masyarakat dan keahliannya itu kemudian diturunkan ke anak cucunya untuk dilestarikan.

    “Buku salinan cerita lamut yang dimiliki keluarga itu masih ada sampai sekarang,” kata Jamhar.

    Lamut dalam sejarahnya ada dua jenis, yaitu lamut tatamba untuk pengobatan dan lamut karasmin untuk hiburan.

    Masa kejayaannya sebagai palamutan adalah antara tahun 1950an hingga 1960an.

    Dia kerap diundang hingga ke luar daerah.

    “Pada masa itu saya hanya bisa istirahat pada malam Jumat,” ucapnya.

    Cerita lamut yang dibawakan Jamhar bisa dimainkan bersambung selama 27 malam.

    Baca Juga :   Calon Bupati Tanbu Andi Rudi Latif Berharap Santri Ponpes Al-Wardatul Wartiah Menjadi Generasi Qur'ani dan Beradab

    Baca Lebih Lengkapnya Instal dari Playstore WartaBanjar.com

    BERITA LAINNYA

    TERBARU HARI INI