WARTABANJAR.COM, NEW YORK – Dolar AS turun ke posisi terendah dua minggu pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), setelah bergerak fluktuatif, dipimpin oleh penurunan terhadap sterling dan euro, tertekan oleh data Amerika Serikat yang menunjukkan inflasi “jinak” dan imbal hasil obligasi pemerintah lebih rendah.
Imbal hasil acuan obligasi 10 tahun AS terakhir di 1,137 persen, turun sekitar dua basis poin dari level Selasa (9/2/2021).
Gubernur Bank Sentral AS (Federal Reserve), Jerome Powell ,tidak membantu dolar, ketika ia memberikan nada dovish secara keseluruhan pada Rabu (10/2/2021) dan menegaskan bahwa bank sentral AS akan mempertahankan suku bunga pada level saat ini sampai ekonomi mencapai lapangan kerja maksimum dan inflasi tetap di atas 2,0 persen untuk beberapa waktu.
Dolar melanjutkan penurunan setelah data menunjukkan inflasi AS yang mendasari tetap “jinak”. Tidak termasuk komponen makanan dan energi yang mudah berubah, IHK (Indeks Harga Konsumen) tidak berubah untuk bulan kedua berturut-turut.
“Penguatan dolar pasti telah kehilangan momentum dan tren kelemahan yang mendasari kemungkinan bisa berlanjut. Tindakan hari ini benar-benar berpusat di sekitar IHK,” kata Amo Sahota, direktur eksekutif di Klarity FX di San Francisco.
“Pasar memperkirakan inflasi akan naik sedikit dan itu tidak berbahaya pada saat ini. Perdagangan reflasi belum cukup sampai di sana,” tambah Sahota.
Indeks dolar melayang ke level terendah dua minggu di 90,249, membukukan penurunan hari ketiga. Indeks terakhir diperdagangkan 0,1 persen lebih rendah pada 90,377.