WARTABANJAR.COM – Bagi kaum wanita dan koki yang memasak santapan biasanya harus mencicip dulu sebelum disajikan.
Nah bagaimana jika dalam kondisi berpuasa ibu-ibu sedang menjalankan ibadah puasa?
Padahal ibu-ibu dan seorang koki tentunya ingin rasa masakan pas di lidah sebelum disajikan untuk berbuka puasa.
Kepastian rasa masakan ini tentu memberikan nilai tersendiri di sisi Allah.
Rasa masakan mesti pas. Masakan tidak boleh terlalu banyak garam, atau terlalu hambar karena kurang perasa.
Kepastian rasa ini bertujuan untuk menjaga selera makan penyantapnya.
Karena itu ada baiknya dicicipi terlebih dahulu masakan yang akan dihidangkan di meja makan.
Untuk koki atau ibu rumah tangga yang sedang berpuasa tetap harus mengecap masakannya.
Mereka tidak boleh canggung untuk mencicipi masakannya.
Kalau hanya mengecap dan mencicipi, hukum Islam tidak mempermasalahnnya. Bahkan makruh pun tidak.
Syekh Abdullah bin Hijazi asy-Syarqawi dalam karyanya Hasyiyatusy Syarqawi ‘ala Tuhfatith Thullab, yang artinya “Di antara sejumlah makruh dalam berpuasa ialah mencicipi makanan karena dikhawatirkan akan mengantarkannya sampai ke tenggorokan. Dengan kata lain, khawatir dapat menjalankan makanan itu ke teggorokan lantaran begitu dominannya syahwat. Posisi makruhnya itu sebenarnya terletak pada ketiadaan alasan atau hajat tertentu dari orang yang mengecap makanan itu. Berbeda lagi bunyi hukum untuk tukang masak baik pria maupun wanita, dan orang tua yang berkepentingan mengobati buah hatinya yang masih kecil. Bagi mereka ini, mengecap masakan tidaklah makruh. Demikian Az-Zayadi menerangkan.”