WARTABANJAR.COM, BANJARBARU – Surat perjanjian antara para pihak yang membuat dan menandatangani sering membubuhi atau menempel materai, bahkan apabila tidak ada materai pihak yang membuat perjanjian kadang enggan untuk memberikan tandatangannya. Pengamat Hukum, Nadhiv Audah membeberkan alasan kenapa perjanjian dibubuhi materai.
Dia mengatakan, hal tersebut karena ada beberapa masyarakat yang menganggap suatu surat perjanjian tertulis apabila tidak ada materai maka tidak sah dan tidak bisa dituntut isi perjanjiannya.
“Inilah yang telah menjadi persepsi masyarakat umum, bahwa pembubuhan materai menjadi syarat penting dari surat perjanjian,” katanya, Minggu (2/5/2021).
Tetapi menurutnya, pemahaman seperti itu sebenarnya kuranglah tepat sebab syarat mutlak sahnya suatu perjanjian hanya memiliki empat syarat pokok sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1320 KUHPerdata yaitu :
- Kesepakatan kedua belah pihak
- Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum,
- Adanya perkerjaan/objek yang dijanjikan
- Pekerjaan yang diperjanjikan tidak boleh bertentangan dengan aturan yang berlaku (sebab yang halal).
Dalam syarat sahnya suatu perjanjian tidak mengharuskan adanya materai, artinya ada atau tidak adanya materai perjanjian tetap dianggap sah dan mengikat kedua belah pihak.
Namun dalam hal ini fungsi materai hanyalah kontribusi para pihak dalam perjanjian tersebut untuk membayar pajak kepada Negara sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 10 Tahun 2020 tentang Bea Materai (UU Bea Materai) menjelaskan fungsi materai adalah sebagai pemungutan pajak atas suatu dokumen yang bersifat perdata baik dalam bentuk tulisan tangan, cetakan maupun elektronik dimana dokumen tersebut merupakan objek bea materai.
“Apabila perjanjian tersebut bermasalah dan terjadi konflik, maka para pihak dalam perjanjian tersebut akan membawa permasalahannya ke pengadilan yang berwenang,” jelasnya.