WARTABANJAR.COM, BANJARMASIN-Menentukan waktu salat dan berpuasa sangat mudah di bumi karena matahari terbit dan tenggelam dalam sehari masing-masing hanya sekali, namun lain halnya dengan di luar angkasa.
Ada banyak perbedaan, khususnya dari segi waktu dan kondisi alamnya yang pastinya sulit untuk menentukan kapan harus berpuasa dan salat, sebab matahari terbit dan tenggelam di luar angkasa masing-masing 16 kali dalam sehari.
Jika mengikuti siklus matahari tersebut selama di luar angkasa, maka sama saja kita harus melakukan salat wajib sebanyak 80 kali sehari.
Pastinya hal ini akan sangat merepotkan dan melelahkan.
Hal ini kemudian menjadi pertanyaan banyak orang, khususnya para astronot muslim, bagaimanakah cara menentukan waktu salat dan berpuasa selama di luar angkasa.
Pangeran Sultan bin Salman al Saud adalah astronaut Muslim sekaligus berdarah Arab pertama yang ada di dunia.
Ia telah menjalani misi antariksa sejak 1985.
Dalam wawancaranya bersama NPR, ia mengungkapkan bahwa salat dan puasa adalah kewajibannya sebagai Muslim yang tak pernah ia lewatkan walaupun sedang bertugas.
Kemudian persoalan ini juga terjadi pada 2007 ketika Malaysia akan mengirimkan astronaut pertamanya ke Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) selama 10 hari.
Cara Menentukan Waktu Salat di Luar Angkasa
Direktur Jendral UAE Space Agency, Dr. Mohammed Al Ahbabi mengatakan astronot di luar angkasa menyaksikan 16 matahari terbit dan 16 matahari tenggelam dalam sehari, jadi tidak jelas kapan waktu untuk salat dan puasa.