WARTABANJAR.COM – Pemerintahan Amerika Serikat kembali jadi sorotan dunia. Meski telah merekrut 50.000 pegawai baru sejak Donald Trump kembali menjabat, langkah itu ternyata dibarengi kebijakan besar-besaran untuk memecat ratusan ribu pegawai federal dari berbagai lembaga.
Menurut Direktur Office of Personnel Management (OPM), Scott Kupor, sebagian besar pegawai baru ditempatkan di lembaga terkait keamanan nasional, khususnya Imigrasi dan Penegakan Bea Cukai (ICE). Komposisi ini selaras dengan agenda Trump yang ingin memusatkan tenaga kerja pada isu-isu keamanan dan penegakan hukum.
“Ini soal merombak tenaga kerja agar fokus pada prioritas yang kami anggap paling penting,” ujar Kupor, dikutip dari Reuters, Sabtu (15/11/2025).
Namun di balik perekrutan itu, pemerintah juga menerapkan pembekuan pegawai serta pemutusan hubungan kerja di berbagai lembaga strategis seperti IRS dan Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan (HHS). Hasilnya: perampingan skala raksasa.
Pada Agustus lalu, Kupor mengungkap pemerintah memperkirakan akan mengurangi sekitar 300.000 pegawai federal hanya dalam setahun. Proses restrukturisasi ini semakin masif sejak Trump menunjuk miliarder Elon Musk pada Januari sebagai pemimpin proyek reformasi birokrasi terhadap total 2,4 juta pegawai sipil federal.
Musk, yang sering mengkritik “kegemukan” birokrasi AS, menilai jumlah pegawai federal sudah tidak efisien. Dukungan Trump membuat proses pemangkasan berlangsung agresif.
Pegawai yang selama ini bertugas menangani penegakan hak-hak sipil, pengawasan energi bersih, hingga pengumpulan pajak merupakan sebagian dari mereka yang terdampak. Pemerintah juga memberikan skema buyout yang diterima oleh sekitar 154.000 pegawai sebagai bagian dari pengurangan tersebut.

